FILSAFAT DALAM ILMU KOMUNIKASI

Posted on Selasa, 05 Oktober 2010 by lia yulistino sugiono

APLIKASI FILSAFAT DALAM ILMU KOMUNIKASI

Media massa telah menjadi fenomena tersendiri dalam proses komunikasi massa dewasa ini bahkan ketergantungan manusia pada media massa sudah sedemikian besar. Media komunikasi massa abad ini yang tengah digandrungi masyarakat adalah televisi. Joseph Straubhaar & Robert La Rose dalam bukunya Media Now, menyatakan; the Avarege Person spend 2600 Hours per years watcing TV or listening to radio. That,s 325 eight-hourdays, a full time job. We spend another 900 hours with other media, including, newpaper, books, magazines, music, film, home video, video games and the internet, that about hours of media use – more time than we spend on anything else, including working or sleeping (straubhaar & La Rose, 2004 : 3)

Di Indonesia berdasarkan survey Ac Nielsen di tahun 1999 bahwa 61% sampai 91% masyarakat Indonesia suka menonton televisi, hasil ini lebih lanjut dijelaskan bahwa “hampir 8 dari 10 orang dewasa di kota-kota besar menonton televisi setiap hari dari 4 dari 10 orang mendengarkan radio” ( Media Indonesia, 16- Nopember 1999). Hal ini menunjukkan bahwa menonton televisi merupakan “aktivitas” utama masyarakat yang seakan tak bisa ditinggalkan. Realitas ini sebuah bukti bahwa televisi mempunyai kekuatan menghipnotis pemirsa, sehingga seolah-olah televisi telah mengalienasi seseorang dalam agenda settingnya.

Perkembangan pertelevisian di Indonesia dua tahun terakhir ini memang amat menarik, televisi-televisi swasta bermunculan melengkapi dan memperkaya TV yang sudah ada. Tercatat lebih dari 17 TV yang ada di Indonesia adalah TVRI, RCTI, SCTV, TPI, AN-TV, Indosiar, Trans-TV, Lativi, TV-7, TV Global, dan Metro TV ditambah TV-TV lokal seperti Bandung TV, STV, Padjadjaran TV dan sebagainya. Fenomena ini tentu saja menggembirakan karena idealnya masyarakat Indonesia memiliki banyak alternatif dalam memilih suguhan acara televisi.

Namun realitasnya, yang terjadi adalah stasiun-stasiun TV di Indonesia terjebak pada selera pasar karena tema acara yang disajikan hampir semua saluran TV tidak lagi beragam tetapi seragam di mana informasi yang sampai kepada publik hanya itu-itu saja tidak menyediakan banyak alternatif pilihan. Beberapa format acara TV yang sukses di satu stasiun TV acapkali diikuti oleh TV-TV lainnya, hal ini terjadi hampir pada seluruh format acara TV baik itu berita kriminal dan bedah kasus, tayangan misteri, dangdut, film india, telenovela, serial drama Asia, Infotainment, dan lain-lain.


_______________
*) Dosen pada Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran
Media watch mencatat bahwa selama ini atas nama mekanisme pasar, pilihan format isi pertelevisian tak pernah lepas dari pertimbangan ”tuntunan khalayak” menurut perspektif pengelola. Berbagai program acara dibuat hanya untuk melayani kelompok budaya mayoritas yang potensial menguntungkan, sementara kelompok minoritas tersisihkan dari dunia simbolik televisi.

Ukuran televisi hanya dilihat berdasarkan rating tidak memperhatikan faktor fungsional, akibatnya ada kelompok masyarakat yang dapat menikmati berbagai stasiun TV karena berada di wilayah yang berpotensi, tapi ada masyarakat yang tak terlayani sama sekali atau menangkap acara televisi namun isinya secara kultural tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.

Keadaan ini sebelumnya terjadi juga pada negara adi kuasa seperti Amerika Serikat penelitian di negara ini menunjukkan bahwa surat kabar dan televisi mengarahkan sasaran liputan mereka terutama pada kelompok elite dan tak memperdulikan sebagian besar warga (Kovach, 2003:66) dalam pemenuhan fungsi informasi dan hiburan belakangan ini, TV-TV gencar menayangkan berita-berita yang disebut dengan infotainment. Kehadiran infotainment amat mewarnai program-program acara di televisi bahkan menempati posisi rating tertinggi yang berarti acara-acara model seperti ini amat digemari oleh masyarakat. Pengiklan pun tak urung berbondong—bondong memasang iklan pada setiap tayangannya tentu saja semakin mamacu pengelola media untuk berloma-lomba membuat heboh acara infotainment yang dikemasnya.

Dipelopori oleh tayangan kabar-kabari lima tahun silam di RCTI, saat ini tidak kurang dari 50 judul acara serupa muncul menyebar di semua stasiun TV termasuk TVRI bahkan Metro TV. Semua format yang tampil mengatasnamakan infotainment sebagai penggabungan dari kata ”Information’ dan Entertainment’ (Informasi dan Hiburan) wujudnya merupakan paket tayangan informasi yang dikemas dalam bentuk hiburan & informasi yang menghibur.

Jika kita cermati tampaknya tayangan-tayangan infotainment yang mengklaim sebagai sebuah produk jurnalisme seringkali berorientasi bukan pada efek yang timbul dalam masyarakat tetapi produk komersial tersebut apakah mampu terjual dan mempunyai nilai ekonomis atau tidak, sehingga tidak memperhatikan apa manfaatnya bagi pemirsa ketika menginformasikan adegan ”syur” Mayangsari – Bambang Soeharto, exploitasi kawin cerai para selebritis, konflik, gaya hidup, serta kebohongan publik yang kerap digembar-gemborkan oleh kalangan selebritis.

Fenomena ini menandakan satu permasalahan di dalam kehidupan nilai-nilai ”filosofis” televisi di Indonesia. Televisi Indonesia semakin hari semakin memperlihatkan kecenderungan mencampuradukan berita dan hiburan melalui format tayangan ”infotainment”. Kebergunaan berita menjadi berkurang bahkan menyimpang. Hal ini disebabkan di antaranya oleh tekanan pasar yang makin meningkat.

1. Kerangka Teoritis
Louis O. Katsoff dalam bukunya ”Elements of Philosophy” menyatakan bahwa kegiatan filsafat merupakan perenungan, yaitu suatu jenis pemikiran yang meliputi kegiatan meragukan segala sesuatu, mengajukan pertanyaan, menghubungkan gagasan yang satu dengan gagasan yang lainnya, menanyakan ”mengapa”’ mencari jawaban yang lebih baik ketimbang jawaban pada pandangan mata. Filsafat sebagai perenungan mengusahakan kejelasan, keutuhan, dan keadaan memadainya pengetahuan agar dapat diperoleh pemahaman. Tujuan filsafat adalah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan menilai pengetahuan ini. Menemukan hakekatnya, dan menerbitkan serta mengatur semuanya itu dalam bentuk yang sistematik. Filsafat membawa kita kepada pemahaman & pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak. Tiga bidang kajian filsafat ilmu adalah epistemologis, ontologis, dan oksiologis. Ketiga bidang filsafat ini merupakan pilar utama bangunan filsafat.

Epistemologi: merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode, dan batasan pengetahuan manusia yang bersangkutan dengan kriteria bagi penilaian terhadap kebenaran dan kepalsuan. Epistemologi pada dasarnya adalah cara bagaimana pengetahuan disusun dari bahan yang diperoleh dalam prosesnya menggunakan metode ilmiah. Medode adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang matang & mapan, sistematis & logis.

Ontologi: adalah cabang filsafat mengenai sifat (wujud) atau lebih sempit lagi sifat fenomena yang ingin kita ketahui. Dalam ilmu pengetahuan sosial ontologi terutama berkaitan dengan sifat interaksi sosial. Menurut Stephen Litle John, ontologi adalah mengerjakan terjadinya pengetahuan dari sebuah gagasan kita tentang realitas. Bagi ilmu sosial ontologi memiliki keluasan eksistensi kemanusiaan.

Aksiologis: adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai seperti etika, estetika, atau agama. Litle John menyebutkan bahwa aksiologis, merupakan bidang kajian filosofis yang membahas value (nilai-nilai) Litle John mengistilahkan kajian menelusuri tiga asumsi dasar teori ini adalah dengan nama metatori. Metatori adalah bahan spesifik pelbagai teori seperti tentang apa yang diobservasi, bagaimana observasi dilakukan dan apa bentuk teorinya. ”Metatori adalah teori tentang teori” pelbagai kajian metatori yang berkembang sejak 1970 –an mengajukan berbagai metode dan teori, berdasarkan perkembangan paradigma sosial. Membahas hal-hal seperti bagaimana sebuah knowledge itu (epistemologi) berkembang. Sampai sejauh manakah eksistensinya (ontologi) perkembangannya dan bagaimanakah kegunaan nilai-nilainya (aksiologis) bagi kehidupan sosial. Pembahasan ; Berita infotainment dalam kajian filosofis. Kajian ini akan meneropong lingkup persoalan di dalam disiplin jurnalisme, sebagai sebuah bahasan dari keilmuan komunikasi, yang telah mengalami degradasi bias tertentu dari sisi epistemologis, ontologis bahkan aksiologisnya terutama dalam penyajian berita infotainment di televisi.

2. Kajian Aspek Epistemologis:
Dalam berita hal terpenting adalah fakta. Pada titik yang paling inti dalam setiap pesannya pelaporan jurnalisme mesti membawa muatan fakta. Setiap kepingan informasi mengimplikasikan realitas peristiwa kemasyatakatan. Tiap pesan menjadi netral dari kemungkinan buruk penafsiran subyektif yang tak berkaitan dengan kepentingan–kepentingan kebutuhan masyarakat. Charnley (1965 : 22.30) mengungkapkan kunci standardisasi bahasa penulisan yang memakai pendekatan ketepatan pelaporan faktualisasi peristiwa, yaitu akurat, seimbang, obyektif, jelas dan singkat serta mengandung waktu kekinian. Hal-hal ini merupakan tolok ukur dari ”The Quality of News” dan menjadi pedoman yang mengondisikan kerja wartawan di dalam mendekati peristiwa berita & membantu upaya tatkala mengumpulkan & mereportase berita. Secara epistemologis cara-cara memperoleh fakta ilmiah yang menjadi landasan filosofis sebuah berita infotainment yang akan ditampilkan berdasarkan perencanaan yang matang, mapan, sistematis & logis.

3. Kajian Aspek Ontologis
Dalam kajian berita infotainment ini bahasan secara ontologis tertuju pada keberadaan berita infotainment dalam ruang publik. Fenomena tentang berita infotainment bukan gejala baru di dunia jurnalisme. Pada abad 19, pernah berkembang jurnalisme yang berusaha mendapatkan audiensnya dengan mengandalkan berita kriminalitas yang sensasional, skandal seks, hal-hal, yang menegangkan dan pemujaan kaum selebritis ditandai dengan reputasi James Callender lewat pembeberan petualangan seks, para pendiri Amerika Serikat, Alexande Hamilton & Thomas Jeferson merupakan karya elaborasi antara fakta dan desus-desus. Tahun itu pula merupakan masa kejayaan William Rudolf Hearst dan Joseph Pulitzer yang dianggap sebagai dewa-dewa ”Jurnalisme kuning.”

Fenomena jurnalisme infotainment kembali mencuat ketika terjadi berita hebohnya perselingkuhan Presiden Amerika ”Bill Clinton- Lewinsky”. Sejak saat itu seakan telah menjadi karakteristik pada banyak jaringan TV di dunia. Di Indonesia, fenomena ini juga bukan terbilang baru. Sejak zaman Harmoko (Menteri Penerangan pada saat itu) banyak surat kabar–surat kabar kuning muncul & diwarnai dengan antusias masyarakat. Bahkan ketika Arswendo Atmowiloto menerbitkan Monitor semakin membuat semarak ”Jurnalisme kuning di Indonesia”. Pasca Orde Baru ketika kebebasan pers dibuka lebar-lebar semakin banyak media baru bermunculan, ada yang memiliki kualitas tetapi ada juga yang mengabaikan kualitas dengan mengandalkan sensasional, gosip, skandal dan lain-lain. Ketika tayangan Cek & Ricek dan Kabar Kabari berhasil di RCTI, TV lainnya juga ikut-ikut menayangkan acara gosip. Dari sinilah cikal bakal infotainment marak di TV kita. Fenomena infotainment merupakan hal yang tidak bisa terhindarkan dari dunia jurnalisme kita. Pada realitasnya ini banyak disukai oleh masyarakat dengan bukti rating tinggi (public share tinggi)

4. Kajian pada aspek aksiologis
Secara aksiologis kegunaan berita infotainment dititik beratkan kepada hiburan. Pengelola acara ini menarik audiens hanya dengan menyajikan tontonan yang enak dilihat sebagai sebuah strategi bisnis jurnalisme. Hal ini akan berdampak pada menundanya selera dan harapan sejumlah orang terhadap sesuatu yang lain. Ketika etika infotainment telah salah langkah mencoba untuk ”menyaingkan” antara berita & hiburan. Padahal nilai dan daya pikat berita itu berbeda, infotainment pada gilirannya akan membentuk audiens yang dangkal karena terbangun atas bentuk bukan substansi.

Pengelola media melalui berita infotainment terkadang tidak lagi mempertimbangkan moral sebagai pengontrol langkah mereka sehingga begitu mengabaikan kepentingan masyarakat.Hal itulah yang terjadi dengan berita infotainment di Indonesia, beberapa kaidah yang semestinya dijalankan malah diabaikan demi kepentingan mengejar rating dan meraup keuntungan dari pemasang iklan.

PERENCANAAN PEMASARAN DAN ANALISIS PENDEKATAN SWOT

Posted on by lia yulistino sugiono

Perencanaan pemasaran dari produk di atas adalah sebagai berikut:
- Promosi adalah koordinasi dari seluruh upaya yang dimulai pikak penjual untuk membangun bebagai saluran informasi dan persuasi untuk menjual barang dan jasa atau memperkenalkan suatu barang dan jasa.
- Iklan adalah setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk. Servis atau ide yang di bayar oleh satu sponsor yang di ketahui. Iklan dapat di pasang melalui media massa (cetak elektronik dan internet), karena media massa dinilai efisien dalam segi nilai untuk mencapai audien dalam jumlah besar. Keuntungan lainnya adalah kemampuannya menarik perhatian konsumen terutama pruduk yang iklannya popular atau sangat di kenal masyarakat.
- Pemasaran langsumg adalah upaya perusahaan atau organisasi untuk berkomunikasi secara langsung dengan calon pelanggan sasaran dengan maksud menimbukan tanggapan dan atau transaksi penjualan.
- Pemasaran interaktif, biasanya menggunakan media internet khususnya melalui media fasilitas word wide web (WWW).
- Promosi penjualan atau yang di sebut salles promotion adalah kegiatan pemasaran yang memberikan nilai tambah atau insentif kepada tenaga penjualan atanu distributor atau konsumen yang diharapkan dapat meningkatkan penjualan.
- Hubungan masyarakat, komponen ini sangat penting dalam promotional mix suatu organisasi atau pemasaran.
- Penjualan personal yaitu suatu bentuk penjualan komunikasi langsung antara seorang pemjual dengan calon pembelinya

Analisis pendekatan SWOT yaitu:
1. Streng (kekuatan), dengan melalui perencanaan komunikasi ini produk yang kita buat khususnya The Sosro Celup dapat dikenal oleh masyarakat baik lokal maupun mancanegara.
2. Wearness (kelemahan), meskipun dapat dikenal oleh masyarakat luas tetapi tidak semua iklan dapat seefisien terhadapad apa yang diinginkan oleh perusahaan aau organisasi. Selain itu juga biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan sangatbesar karena adanya perencaan komunikasi seperti iklan, dan lain-lainnya. Tetapi semuaya itu dapat diatasi dengan manajemen yang baik oleh perusahan.
3. Opotuity( peluang), dapat mendapatkan untung paling besar.
4. Treatness (ancaman), membutuhkan modal yang besar.

ANALISIS WACANA

Posted on by lia yulistino sugiono

Analisis wacana adalah analisis isi yang lebih bersifat kualitatif dan dapat menjadi salah satu alternatif untuk melengkapi dan menutupi kelemahan dari analisis isi kuantitatif yang selama ini banyak digunakan oleh para peneliti. Jika pada analisis kuantitatif, pertanyaan lebih ditekankan untuk menjawab “apa” (what) dari pesan atau teks komunikasi, pada analisis wacana lebih difokuskan untuk melihat pada “bagaimana” (how), yaitu bagaimana isi teks berita dan juga bagaimana pesan itu disampaikan.

Beberapa perbedaan mendasar antara analisis wacana dengan analisis isi yang bersifat kuantitatif adalah sebagai berikut.

Analisis wacana lebih bersifat kualitatif daripada yang umum dilakukan dalam analisis isi kuantitatif karena analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori, seperti dalam analisis isi.

Analisis isi kuantitatif digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata), sedangkan analisis wacana justru memfokuskan pada pesan yang bersifat latent (tersembunyi).

Analisis isi kuantitatif hanya dapat mempertimbangkan “apa yang dikatakan” (what), tetapi tidak dapat menyelidiki bagaimana ia dikatakan (how).

Analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi, sedangkan analisis isi kuantitatif memang diarahkan untuk membuat generalisasi.

Model analisis wacana yang diperkenalkan oleh van Dijk sering kali disebut sebagai “kognisi sosial”, yaitu suatu pendekatan yang diadopsi dari bidang psikologi sosial. Menurut van Dijk, ada 3 dimensi yang membentuk suatu wacana sehingga analisis yang dilakukan terhadap suatu wacana harus meliputi ketiga dimensi tersebut, yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Analisis Wacana

Analisis wacana adalah analisis isi yang lebih bersifat kualitatif dan dapat menjadi salah satu alternatif untuk melengkapi dan menutupi kelemahan dari analisis isi kuantitatif yang selama ini banyak digunakan oleh para peneliti. Jika pada analisis kuantitatif, pertanyaan lebih ditekankan untuk menjawab “apa” (what) dari pesan atau teks komunikasi, pada analisis wacana lebih difokuskan untuk melihat pada “bagaimana” (how), yaitu bagaimana isi teks berita dan juga bagaimana pesan itu disampaikan.

Beberapa perbedaan mendasar antara analisis wacana dengan analisis isi yang bersifat kuantitatif adalah sebagai berikut.

Analisis wacana lebih bersifat kualitatif daripada yang umum dilakukan dalam analisis isi kuantitatif karena analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori, seperti dalam analisis isi.

Analisis isi kuantitatif digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata), sedangkan analisis wacana justru memfokuskan pada pesan yang bersifat latent (tersembunyi).

Analisis isi kuantitatif hanya dapat mempertimbangkan “apa yang dikatakan” (what), tetapi tidak dapat menyelidiki bagaimana ia dikatakan (how).

Analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi, sedangkan analisis isi kuantitatif memang diarahkan untuk membuat generalisasi.

Model analisis wacana yang diperkenalkan oleh van Dijk sering kali disebut sebagai “kognisi sosial”, yaitu suatu pendekatan yang diadopsi dari bidang psikologi sosial. Menurut van Dijk, ada 3 dimensi yang membentuk suatu wacana sehingga analisis yang dilakukan terhadap suatu wacana harus meliputi ketiga dimensi tersebut, yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Analisis Wacana

Analisis wacana adalah analisis isi yang lebih bersifat kualitatif dan dapat menjadi salah satu alternatif untuk melengkapi dan menutupi kelemahan dari analisis isi kuantitatif yang selama ini banyak digunakan oleh para peneliti. Jika pada analisis kuantitatif, pertanyaan lebih ditekankan untuk menjawab “apa” (what) dari pesan atau teks komunikasi, pada analisis wacana lebih difokuskan untuk melihat pada “bagaimana” (how), yaitu bagaimana isi teks berita dan juga bagaimana pesan itu disampaikan.

Beberapa perbedaan mendasar antara analisis wacana dengan analisis isi yang bersifat kuantitatif adalah sebagai berikut.

Analisis wacana lebih bersifat kualitatif daripada yang umum dilakukan dalam analisis isi kuantitatif karena analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori, seperti dalam analisis isi.

Analisis isi kuantitatif digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata), sedangkan analisis wacana justru memfokuskan pada pesan yang bersifat latent (tersembunyi).

Analisis isi kuantitatif hanya dapat mempertimbangkan “apa yang dikatakan” (what), tetapi tidak dapat menyelidiki bagaimana ia dikatakan (how).

Analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi, sedangkan analisis isi kuantitatif memang diarahkan untuk membuat generalisasi.

Model analisis wacana yang diperkenalkan oleh van Dijk sering kali disebut sebagai “kognisi sosial”, yaitu suatu pendekatan yang diadopsi dari bidang psikologi sosial. Menurut van Dijk, ada 3 dimensi yang membentuk suatu wacana sehingga analisis yang dilakukan terhadap suatu wacana harus meliputi ketiga dimensi tersebut, yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.

PERSEPSI (2)

Posted on Minggu, 03 Oktober 2010 by lia yulistino sugiono

Persepsi : proses yg memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisi informasi (BRAIN FELLOW)

Persepsi : saranan yang memungkinkan memperolaeh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita..(Kenneth A.Sereno dan Edward M.Bodaken)

Persepsi : proses mental yang di gunakan untuk mengenali ransangan (Philip Goodacre dan Jennifer Follers)

Persepsi : proses dengan mana kita sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita (Jossep A.DeVito)

3 Aktivitas Persepsi

SELEKSI»ORGANISASI»INTERPRETASI

SIFAT PERSEPSI

1.Persepsi bersifat selektif
"Persepsi yang dipengaruhi oleh adanya perhatian (atensi)baik yang sifat internal maupun external

2.Persepsi bersifat dugaan
"Memungkinkan kita menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari sudut pandang apapun oleh karena itu informasi yang lengkap tidak tersedia,dugaan diperlukan untuk membuat suatu kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak lengkap lewat pengindraan itu"
Contoh

0. 0. 0. 0
0. 0. 0
Penjelsan
(klau gambar "0" ditarik garis maka akan banyak dugaan yang muncul,,bisa segitiga,atau apapun,jadi persepsi dugaan tidak akan memunculkan BENAR atau SALAH)

3.Persepsi bersifat evaluatif
"Kebanyakan orang menjalani hari-hari mereka dengan perasaan bahwa apa yang mereka persepsi adalah nyata.mereka berfikir bahwa menerima pesan dan menafsirkan sebagai suatu proses yang alamiah.akan tetapi terkadang alat indra dan persepsi kita menipu kita sehingga kita juga ragu seberapa dekat persepsi kita dengan realitas yang sebenarnya.

Persepsi juga dipengaruhi oleh faktor budaya.samovar dan porter menemukan 6 unsur budaya yang mempengaruhi persepsi
1.Kepercayaan, Nilai dan sikap
2.Pandangan tentang dunia
3.Organisasi sosial
4.Tabiat Manusia
5.Orientasi kegiatan
6.Pandangan tentang diri dan orang lain.

FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN

Posted on by lia yulistino sugiono

(Menyibak jalan untuk terbentuknya wawasan)
•pengetahuna : keseluruhan pemikiran,gagasan,konsep,ide,konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia

•ilmu pengetahuan : keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang disusun secara sistematis

•pengetahuan lebih spontan,ilmu pengetahuan lebih sistematis.

Perbedaan filsafat pengetahuan dan filsafat ilmu

FILSAFAT PENGETAHUAN(epistemologi)
^berkaitan dgn upaya mengkaji pengetahuan

^menyangkut gejala dan sumber pengetahuanmanusia

FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
•mengkaji persoalan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan

Lalu bagai mana cara mendapatkan pengetahuan yang benar
"Mudah saja KETAHUILAH apa yang kamu TAHU dan KETAHUILAH apa yang kamu TIDAK TAHU"

FILSAFAT PENGETAHUAN
Pengetahuan menurut POLA NYA
•tahu bahwa : pengetahuan ttg informasi tertentu. Tahu ttg p dan p memang benar pengetahuan teoritis.

•tahu bagaimana: know how, berkaitan dg keahlian/teknis

•tahu mengenai/tentang : pengetahuan akan sesuatu melalui pengalaman atau pengenalan pribadi (knowing)

•tahu mengapa : berkaitan dgn sesuatu dg tahu bahwa berkaitan dg penjelasan dan lebih kritis,mendalam

PROSESNYA

Tahu akan
"Pengetahuan langsung/pengalaman pribadi"

Tahu bahwa
"Masih bersifat umum"

Tahu mengapa
"Refleksi,abstraksi,penjelasan"

Tahu bagaimana
"Pemecahan,penerapan,tindakan"

Munculnya pengetahuan
•diawali dg kecenderungan psikis manusia,dorongan INGIN TAHU yang bersumber dr kehindak dan kemauan

•ada AKAL PIKIRAN/RAsio

•adanya PERASAAN / EMOSI

•ke 3 nya berada dalam satu kesatuan, secara terbuka saling mempengaruhi menurut situasi dan kondisi dalam keadaan berbeda beda keinginan,pikiran dan perasaan dapat lebih dominan.

SUMBER PENGETAHUAN
Sumber pengetahuan dan letak kebenarannya
1.kepercayaan: tradisi, adat istiadat,agama
•tidak dibuktikan secara rasional dan empiris tetapi sulit dikritik begitu saja,sehingga beberapa harus di terima secara bulat

2. Kesaksian org lain
•kebenaranya berada pada otoritas pemegang kebenaran itu

3. Intuisi
•letak kebenarannya tidak dapat berlaku umum,hanya personal

4.Panca indra
5.Akal budi
......DUA TERAKHIR INI YG SERING DIBAHAS.....


PANDANGAN TERHADAP OBJEK,PERILAKU,PERISTIWA

OBJEKTIF
•merujuk kepada pandangan bahwa objek,perilaku, peristiwa eksis di dunia nyata. Hal-hal tersebut eksis dan independen (berdiri bebas dr pengamatannya)

•kebenaran ada jika manusia dapat menyingkirkan campurtangnannya ketika melakukan penilaian

SUBJEKTIF
•realitas adalah suatu konstruksi sosial.

•pengetahuan tidak bersifat objektif dan tidak bersifat tidak berubah (pengetahuan adalah dinamis)

PERILAKU MANUSIA (OBJEKTIF)
•perilaku ditentukan dan individu adalah produk lingkungan
•manusia mengamati lingkungan,mentukan makna,komunikasi digunakan sebagai alat untuk mengelola apa yang diidentifikasi

PERILAKU MANUSIA (SUBKEKTIF)
•perilaku bersifat suka rela dan manusia adalah faktor yang memutuskan bagaimana lingkungan eksternal dibangun
•manusia menciptakan makna bhs/komunikasi menghasilkan.