PSIKOLOGI KOMUNIKASI MANUSIA

Posted on Senin, 01 Februari 2010 by lia yulistino sugiono

PSIKOLOGI , KOMUNIKASI DAN MANUSIA

KONSEPSI PSIKOLOGI TENTANG MANUSIA

Banyak teori dalam komunikasi yang dilatar belakangi konsepsi-konsepsi psikologi tentang manusia. Teori-teori persuasi sudah lama menggunakan konsepsi psikoanalisis yang melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakan oleh keinginan-keinginan terpendam (Homo Volens). Teori ”jarum hipodermik” (yang menyatakan media masa sangat berpengaruh) dilandasi konsepsi behaviorisme yang memandang manusia sebagai makhluk yang digerakan semaunya oleh lingkungan (Homo Mechanicus). Teori pengolahan informasi jelas dibentuk oleh konsepsi psikologi kognitif yang melihat manusia sebagai makhluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah stimuli yang diterimanya (Homo Sapiens). Teori-teori komunikasi intrapersonal banyak dipengaruhi konsepsi psikologi humanistik yang mengambarkan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transaksional dengan lingkungannya (Homo Ludens).

Konsepsi Manusia dalam psikoanalisis
Sigmund Freud, pendiri psikoanalisis, adalah orang yang pertama berusaha merumuskan psikologi manusia. Ia memfokuskan perhatiannya pada totalitas kepribadian manusia, bukan pada bagian-bagian yang terpisah (Asch, 1959\; 17). Menurut Freud, perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam kepribadian manusia Id, Ego dan Superego.
Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia—pusat instink (hawa nafsu—dalam kamus agama). Ada dua instink dominan: (1) Libido—instink reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif; (2) Thanatosos—instink destruktif dan agresif. Yang pertama disebut juga instink kehidupan (eros), yang dalam konsep freud bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga semua yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan pada Tuhan, dan cinta diri (narcism).
Semua motif manusia adalah gabungan antara eros dan thanatos. Id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle), ingin segera memenuhi keinginannya. Id bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani manusia.
Subsistem yang kedua—ego—berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas dunia luar. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukan hasrat hewaninya. Ia bergerak berdasarkan prinsip realitas (reality principle).
Superego adalah polisi kepribadian, mewakili yang ideal.Superego adalah hati nurani (conscience) yang merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultural masyarakatnya. Ia memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tak berlainan ke alam bawah sadar.
Secara singkat, dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis (Id), komponen psikologis (ego), dan komponen sosial (superego); atau unsur animal, rasional, dan moral (hewani, akali, dan nilai).

Konsepsi Manusia dalam Behaviorisme
Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap intropeksionisme (yang menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subyektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara alam bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, behaviorisme lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena menurut mereka seluruh perilaku manusia—kecuali instink—adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui sebagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.

Konsepsi Manusia dalam Psikologi Kognitif
Ketika asumsi-asumsi Behaviorisme diserang habis-habisan pada akhir tahun 60-an dan awal tahun 70-an, psikologi sosial bergerak kearah paradigma baru. Manusia tidak lagi dipandang sebagaimakhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungannya, tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya: makhluk yang selalu berpikir (Homo Sapiens).
Kaum rasionalis memertanyakan apakah betul bahwa penginderaan kita, melalui pengalaman langsung, sanggup memberikan kebenaran. Kemampuan alat indera kita dipertanyakan karena seringkali gagal menyajikan informasi yang akurat.
Descartes, juga Kant, menyimpulkan bahwa jiwalah (mind) yang menjadi alat utama pengetahuan, bukan alat indera. Jiwa menafsirkan pengalaman inderawi secara aktif: mencipta, mengorganisasikan, menafsirkan, mendistorsi dan mencari makna. Tidak semua stimuli kita terima.
Rasionalisme ini tampak jelas pada aliran psikologi Gestalt di awal abad XX. Para psikolog Gestalt, seperti juga kebanyakan psikoanalis, adalah orang-orang Jerman: Meinong, Ehrenfels, Kohler, Wertheimer, dan Koffka. Menurut mereka, manusia tidak memberikan resp, ns kepada stimuli secara otomatis. Manusia adalah organisme aktif yang menafsirkan dan bahkan mendistorsi lingkungan. Sebelum memberikan respons, manusia menangkap dulu “pola” stimuli secara keseluruhan dalam satuan-satuan yang bermakna.
Mula-mula psikologi Gestalt hanya menaruh perhatian pada persepsi obyek. Beberapa orang menerapkan prinsip-prinsip Gestalt dalam menjelaskan perilaku sosial. Di antara mereka adalah Kurt Lewin, Solomon Asch, dan Fritz Heider
Heider dan Festinger membawa psikolagi kognitif ke dalam psikologi sosial. Secara singkat kita akan melihat perkembangan pengaruh psikologi kognitif ini dalam psikologi sosial, terutama untuk menggambarkan perkembangan konsepsi manusia dalam mazhab ini.
Kenyataan menunjukkan bahwa manusia tidaklah serasional dugaan di atas. Seringkali malah penilaian orang didasarkan pada informasi yang tidak lengkap dan kurang begitu rasional. Penilaian didasarkan pada data yang kurang, lalu dikombinasikan dan diwarnai oleh prakonsepsi. Manusia menggunakan prinsip-prinsip umum dalam menetapkan keputusan. Kahneman dan Tversky (1974) menyebutnya “cognitive heuristics” (dalil-dalil kognitif). Ada orang tua yang segera gembira ketika anaknya berpacaran dengan mahasiswa ITB, karena berpegang pada “cognitive heuristics” bahwa mahasiswa ITB mempunyai masa depan yang gemilang (tanpa memperhitungkan bahwa pacar anaknya adalah mahasiswa seni rupa yang meragukan masa depannya). Dari sini rnuncullah konsepsi Manusia sebagai Miskin Kognitif (The Person as Cognitive Miser).
Walaupun psikologi kognitif sering dikritik karena konsep-konsepnya sukar diuji, psikologi kognitif telah memasukkan kembali “jiwa” manusia yang sudah dicabut oleh behaviorisme. Manusia kini hidup dan mulai berpikir. Tetapi manusia bukan sekadar makhluk yang berpikir, ia juga berusaha menemukan identitas dirinya dan mencapai apa yang didambakannya. Sampai di sini, psikologi kognitif harus memberikan tempat dan waktu buat “penceramah” berikutnya: psikologi humanistik.

Manusia dalam Konsepsi Psikologi Humanistik
Psikologi humanistik dianggap sebagai revolusi ketiga dalam psikologi. Revolusi pertama dan kedua adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Pada behaviorisme manusia hanyalah mesin yang dibentuk lingkungan, pada psikoanalisis manusia melulu dipengaruhi oleh naluri primitifnya. Dalam pandangan behaviorisme manusia menjadi robot tanpa jiwa, tanpa nilai. Dalam psikoanalisis, seperti kata Freud seridiri, “we see a man as a savage, beast” (1930:86). Keduanya tadak menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak dapat menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan menentukan, seperti cinta, kreativitas, nilai, makna, dan pertumbuhan pribadi. Inilah yang diisi oleh psikologi humanistik. “Humanistic psychology’is not just the study of ‘human being- it is a commitment to human becoming, “tulis Floyd W. Matson (1973:19) yang agak sukar diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Psikologi humanistik mengambil banyak dari psikoanalisis NeoFreudian (sebenarnya Anti-Freudian) seperti Adler, Jung, Rank, Slekel, Ferenczi; tetapi lebih banyak lagi mengambil dari fenomenologi dan eksistensialisme. Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap , orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut sebagai-_Bapak Psikologi Humanistik.
Carl Rogers menggarisbesarkan pandangan Humanisme sebagai berikut (kita pinjam dengan sedikit perubahan dari Coleman dan Hammen, 1974:33):
1) Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi di marxa dia — sang Aku, Ku, atau diriku (the I, me, or myself) – menjadi, pusat: Perilaku manusia berpusat pada konsep diri, yaitu persepsi rnanusia tentang identitas dirinya yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah, yang muncul dari suatu medan fenomenal (phenomenal field). Medan keseluruhan pengalarnan subjektif seorang manusia, yang terdiri dari pengalaman-pengalaman Aku dan Ku dan pengalaman yang “bukan aku”.
2) Manusia berperilaku untuk~mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri.
3) individu bereaksi pada situasi sesuai dengdn persepsi ren¢ang dirinya dan dazrYianya — ia bereaksi pada “realitas” seperti yang dipersepsikan olehnya dan dengan cara yang sesuai dengan konsep dirinya.
4) Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti oleh pertahanan diri — berupa penyempitan dan pengkakuan (rigidification) persepsi dan perilaku penyesuaian serta penggunaan mekanisme pertahanan ego seperti rasionalisasi.
5) Kecenderungan batiniah manusia ialah menuju kesehatan dan keutuhan diri. Dalam kor.disi yang normal ia berperilaku rasional dan konstruktif, serta rnemilih jalan menuju pengembangan dan aktualisasi diri.

Catatan: Artikel ini disarikan dari buku “Psikologi Komunikasi” karangan Jalaludin Rakhmat.

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MANUSIA

Dewasa ini ada dua macam psikologi sosial. Yang pertama adalah Psikologi sosial (dengan huruf P besar) dan yang kedua psikologi Sosial (dengan huruf S besar).. Ini menunjukkan dua pendekatan dalam pslkologi , sosial: ada yang menekankan faktor-faktor psikologis dan ada yang menekankan faktor-faktor sosial; atau dengan istilah lain: faktor-faktor yang timbul dari dalam diri individu (faktor personal), dan faktor-faktor berpengaruh yang datang dari luar diri individu (faktor environmental).
Manakah di antara dua pendapat ini yang benar – dengan menggunakan istilah Edward E. Sampson (1976) – antara perspektif yang berpusat pada persona (person-centered perspective) dengan perspekt{f yang berpusat pada situasi (situation-centered perspective). Seperti juga konsepsi tentang manusia, yang benar tampaknya interaksi di antara keduanya. Karena itu, kita akan membahasnya satu per satu, dimulai dengan perspektif yang berpusat pada persona.
Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan factor-faktor internal apakah, baik berupa sikap, instink, motif, kepribadian, sistem, kognitif yang menjelaskan perilaku manusia.
Secara garis besar ada dua faktor: faktor biologis dan faktor sosiopsikologis.

Faktor Biologis
Manusia adalah makhluk biologis yang tidak berbeda dengan hewan yang lainnya. Ia lapar kalau tidak makan selama dua puluh jam, kucing pun demikian. Ia memerlukan lawan jenis untuk kegiatan reproduktifnya, begitu pula kerbau. Ia melarikan diri kalau melihat musuh yang menakutkan, begitu pula monyet. Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Bahwa warisan biologis manusia menentukan perilakunya, dapat diawali sampai struktur DNA yang menyimpan seluruh memori warisan biologis yang diterima dari kedua orang tuanya. Begitu besarnya pengaruh warisan biologis ini sampai muncul aliran baru, yang memandang segala kegiatan manusia, termasuk agama, kebudayaan, moral, berasal dari struktur biologinya. Aliran ini menyebut dirinya sebagai aliran sosiobiologi (Wilson, 1975).
Ada beberapa peneliti yang menunjukkan pengaruh motif biologis terhadap perilaku manunusia. Tahun 1950 Keys dan rekan-rekannya menyelidiki pengaruh rasa lapar, Selama 6 bulan, 32 subjek bersedia menjalani eksperimen setengah lapar. Selama eksperimen terjadi perubahan kepribadian yang dramatis. Mereka menjadi mudah tersinggung, sukar bergaul, dan tidak bisa konsentrasi.
Pada akhir minggu ke-25, makanan mendominasi pikiran, percakapan, dan mimpi. Laki-laki lebih senang menempelkan gambar coklat daripada gambar wanita cantik. Kekurangan – tidur juga telah dibuktikan rneningkatkan sifat mudahtersinggung clan tugas-tugas yang kompleks atau memecahkan persoalan. Kebutuhan.akan rasa aman, menghindari rasa sakit, dapat menghambat kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Walaupun demikian, Manusia bukan sekadar makhluk biologis. Kalau sekadar makhluk bialogis, ia tidak berbeda dengan binatang yang lain. Kura-kura Galapagos yang hidup sejak sekian ribu tahun yang lalu bertingkah laku yang sama sekarang ini. Tetapi, perilaku orang Jawa di zaman Diponegoro.sudah jauh berbeda dengan perilaku mereka di zaman Suharto. Menurut Marvin Harris, antropolog terkenal dari University of Florida, agak sukar kita menjelaskan perubahan kultural ini pada sebab-sebab biologis (Rensberger, Dialogue, 1/1984:38).
Ini hanya dapat dijelaskan dengan melihat komponen-komponen lain dari manusia; yakni faktorfaktor sosiopsikologis.
Faktor faktor Sosiopsikologis
Karena manusia makhluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh bcberapa karakteristik yang mcmpengarahi perilakunya: Kita dapat mengklasifikasinya ke dalam tiga kamponen komponen afektif, komponen kognitif, dan kornpwren konatif. Komponen yang pertama> yang merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya. Komponen kognitif adalah aspek intelektual, yang berkaitan -dengan apa yang diketahui manusia. Komporten konatif adalah aspek volisional, ymg berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. Kita mulai dengan komponen afektif yang terdiri dari motif sosiogenis, sikap dan emosi.

Motif Sosiogenesis
Motif sosiogenis, sering juga disebut motif sekufider sebagai lawan motif primer (motif biologis), sebetulnya bukan motif “anak bawang”. Peranannya dalam membentuk perilaku sosial bahkan sangat menentukan. Berbagai klasifikasi motif sosiogenis disajikan di bawah.

W . I. Thomas dan Florian Znaniecki:
l. Keinginan memperoleh pengalaman baru;
2. Keinginari untuk mendapat respons;
3. Keinginan akan pengakuati;
4. Keinginan akan rasa amab:
David McCleiland:
l . Kebutuhatt berprestasi(need for achieveinent);
2.
Kebutuhan akan kasih sayaag (need for afflliation);
3. Kebutuhan berkuasa (need for power);

Abraham Maslow:
1. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs);
2. Kebutuhan akan keterikatan dan cinta (belongingness and love needs);
3. Kebutuhan akan Fengbortik(esteent needs)
4. Kebutuhan untuk pemenuban diri (Self –actualization)

Melvin H. Marx:
1. Kebutuhan organismis
-motif ingin tahu
- motif kompetensi
- motif prestasi
2. Motif-motif social
- motif kasih sayang
- motif kekuasaan
- motif kebebasan
Secara singkat, motif-motif sosiogenesis dapat disebutkan sebagai berikut,
1. Motif ingin tahu.
Mengerti, menata dan menduga. Setiap orang berusaha mengerti (memahami) arti dari dunianya. Kita memerlukan kerangka rujukan (frame of freference) untuk mengevaluasi situasi baru dan mengarahkan tindakan yang sesui.
2. Motif kompetensi.
Setiap orang ingin membuktikan bahwaia mampu mengatasi persoalan apapun. Perasaan mampu amat bergantung pada perkembangan intelektual, sosial, dan emosional.
3. Motif cinta
Sanggup mencintai dan dicintai adalah hal esensial bagi pertumbuhan kepribadian. Orang ingin diterima di dalam kelompoknya sebagai anggota sukarela dan bukan yang sukar rela.
4) Motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari indentitas.
Erat kaitannya dengan kebutuhan untuk memperlihatkan kemampuan dan memperoleh kasih sayang, ialah kebutuhan untuk menunjukkan eksistensi di dunia. Kita ingin kehadiran kita bukan saja dianggap bilangan, tetapi juga diperhitungkan. Karena itu, bersamaan dengan kebutuhan akan harga diri, orang mencari identitas dirinya. Hilangnya identitas diri akan menimbulkan perilaku yang patologis (penyakit): impulsif, gelisah, mudah terpengaruh, dan sebagainya.
5) Kebutuhan akan nilai, kedambaan dan makna kehidupan.
Dalam menghadapi gejolak kehidupan, manusia membutuhkan nilai-nilai untuk menuntunnya dalam mengambil keputusan atau memberikan makna pada kehidupannya. Termasuk ke dalam motif ini ialah motifmotif keagamaan. Bila manusia kehilangan nilai, tidak tahu apa tujuan hidup sebenarnya, ia tidak memiliki kepastian untuk bertindak.
Dengan demikian, ia akan lekas putus asa dan kehilangan pegangan.
6)Kebutuhan akan pemenuhan diri.
Kita bukan saja ingin mempertahankan kehidupan, kita juga ingin meningkatkan kualitas kehidupan kita; ingin memenuhi potensi-potensi kita.
Dengan ucapan Maslow sendiri. “What a man can be, he must be.” Kebutuhan akan pemenuhan diri dilakukan melalui berbagai bentuk: (1) mengembangkan dan menggunakan potensi-potensi kita’ dengan cara yang kreatif konstruktif, misalnya dengan seni, musik, sains, atau hal-hal yang mendorong ungkapan diri yang kreatif; (2) memperkaya kualitas. kehidupan dengan memperluas rentangan dan kualitas pengalaman serta pemuasan, misalnya dengan jalan darmawisata; (3) membentuk hubungan yang hangat dan berarti dengan orang-orang lain di sekitar kita; (4) berusaha “memanusia”, menjadi persona yang kita dambakan (Coleman, 1976:105).
Daftar motif secara terperinci akan disajikan pada bab 6 ketika kita membicarakan imbauan motif.

Sikap
Sikap adalah konsep yang paling penting dalam psikologi sosial dan yang paling banyak didefinisikan. Ada yang menganggap sikap hanyalah sejenis motif sosiogenis yang diperoleh melalui proses belajar (Sherif dan Sherif, 1956:489): Ada pula yang melihat sikap sebagai kesiapan saraf (neural settings) sebelum memberikan respons (Allport, 1924). Dari berbagai definisi kita dapat menyimpulkan beberapa hal. Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam
menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok. Jadi, pada kenyataannya tidak ada istilah sikap yang berdiri sendiri. Sikap haruslah diikuti oleh kata “terhadap”, atau “pada” objek sikap. Bila ada orang yang berkata, “Sikap saya positif,” kita harus mempertanyakan “Sikap terhadap apa atau siapa?”
Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekadar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharap–kan, dan diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari (Sherif dan Sherif, 1956:489). Bila sikap saya positif terhadap ilmu, saya akan setuju pada proyek-proyek pengembangan ilmu, berharap agar orang menghargai ilmu, dan menghindari orang-orang yang meremehkan ilmu.
Ketiga, sikap relatif lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan bahwa sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang merigalami perubahan.
Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan, sehingga Bern memberikan definisi sederhana: “Attitudes are likes and dislikes.” (1970:14)
Kelima, sikap timbul dari pengalaman; tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah. Beberapa orang sarjana menganggap sikap terdiri dari komponen kognitif, afektif, dan behavioral.
Emosi
Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejalagejala kesadaran, keperilakuan, dan proses fisiologis. Bila orang yang Anda cintai menaemoohkan Anda, Anda akan bereaksi secara emosional karena Anda mengetahui makna vemoohan itu (kesadaran). Jantung Anda akan berdetak lebih cepat, kulit memberikan respons dengan mengeluarkan keringat, dan aapas terengah-engah (proses fisiologis). Anda mungkin membalas cemoohan itu dengan kata-kata keras atau ketupat bangkahulu (keperilakuan).

dan lainnya .

——-catatan: Artikel ini disarikan dari buku Psikologi komunikasi (Jalaludin Rakhmat)

PSIKOLOGI KOMUNIKASI

1.1 Ruang lingkup Psikologi Komunikasi
Definisi komunikasi :
Menurut Dance (1967) komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme sebagai usaha yang menimbulkan respon melalui lambang-lambang verbal.
Definisi komunikasi berdasarkan Raymond S.Ross (1974) yaitu proses transaksional yang meliputi pemisahan,dan pemilihan bersama lambang secara kognitif,begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respons yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber.

Dalam kamus psikologi ,Dictionary of Behavioral Science menyebutkan enam pengertian komunikasi :
Komunikasi : penyampaian perubahan energi dari satu tempat ke tempat yang lain seperti dalam system saraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara.
Penyampaian atau penerimaan signal atau pesan oleh organisme.
Pesan yang disampaikan
Teori komunikasi : proses yamg dilakukan satu sistem untuk mempengaruhi sistem yang lain melalui pengaturan signal-signal yang disampaikan.
K.Lewin : pengaruh satu wilayah persona pada wilayah persona yang lain sehingga perubahan dalam satu wilayah menimbulkan perubahan yang berkaitan pada wilayah lain.
Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi
Dalam psikologi, komunikasi mempunyai makna yang luas, meliputi segala penyampaian energi, gelombang suara, tanda diantara tempat, sistem atau organisme. Kata kounikasi sendiri dipergunakan sebagai proses, sebagai pesan, sebagai pengaruh, atau secara khusus sebagai pesan pasien dalam psikoterapi. Jadi psikologi menyebutkan komunikasi pada penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengelolaan informasi, pada proses saling pengaruh di antara berbagai sistem dalam diri organisme dan di antara organisme.
Komunikasi persuasif sangat erat kaitannya dengan psikologi, Persuasif sendiri dapat diartikan sebagai proses mempengaruhi dan mengendalikan perilakuorang lain melalui pendekatan psikologis.

1.2 Ciri Pendekatan Psikologis Komunikasi
Menurut De fleur, D Antonio : untuk memahami organisasi dan berfungsinya kelompok yang sekompleks masyarakat, kita perlu meneliti system komunikasi pada seluruh tingkatannya.
Salah satu tingkatannya, komunikasi massa , mengisyaratkan penggunaan alat-alat mekanis dan elektronis. Ketika masyarakat modern tumbuh lebih besar dan lebih kompleks, media tersebut makin diandalkan untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok tertentu seperti menyebarkan berita,menyajikan hiburan massa, menjual barang, mengarahkan kesepakatan politik, dan sebagainya. Para ahli sosiologi sangat tertarik pada cara bagaimana berbagai corak masyarakat mengembangkan sistem komunikasi massa tertentu untuk mencapai tujuan mereka.
Harnack dan fest( 1964) menganggap komunikasi sebagai “ proses interaksi diantara orang untuk tujuan integrasi intrapersonal dan interprasonal “. Edwin Neuman (1948) mendefinisikan komunikasi sebagai “ proses untuk mengubah kelompok manusia menjadi kelompok yang berfungsi “. Aliran sosiologi yang banyak mewarnai studi komunikasi ialah aliran interaksi simbolik ( Blumer,1969).
Psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengandalkan peristiwa mental dan behavioural dalam komunikasi.
Bila individu-individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka terjadilah:
Proses belajar yang meliputi aspek kognitif dan afektif (aspek berfikir dan aspek merasa)
Proses penyampaian dan penerimaan lambing-lambang (komunikasi)
Mekanisme penyesuaian diri seperti sosialisasi, permainan peranan, identifikasi, proyeksi, agresi dan sebagainya.

1.3 Penggunaan Psikologi Komunikasi
Melalui komunikasi kita menemukan diri kita, mengembangkan konsep diri dan menetapkan hubungan kita dengan dunia di sekitar kita.
Bagaimana tanda-tanda komunikasi yang efektif? Komunikasi yang efektif paling tidak menimbulkan lima hal: pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan.
Kegagalan menerima pesan secara cermat disebut Kegagalan komunikasi primer. Untuk menghindari hal ini kita perlu memahami paling tidak psikologi pesan dan psikologi komunikator.
Komunikasi ini lazim disebut komunikasi fatis, dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi inilah yang menjadikan hubungan kita hangat, akrab dan menyenangkan.
Menimbulkan tindakan nyata memang indicator evektivitas yang paling penting. Karena untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil menanamkan pengertian, membentuk dan menumbuhkan sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik. Tindakan adalah hasil kumulatif seluruh proses komunikasi . ini bukan saja memerlukan pemahaman seluruh mekanisme psikologis yang terlibat dalam proses komunikasi, tetapi juga factor_faktor yang mempengaruhi perilaku manusia.

SALAH SATU PENERAPAN PSIKOLOGI KOMUNIKASI DALAM BUKU

REESNSI BUKU THE 7 HABITS OF HIGHLY EFFECTIVE PEOPLE BY R.COVEY
Buku 'The 7 Habits' atau '7 Kebiasaan' cukup populer bisa dilihat dari kenyataan bahwa beberapa istilah yang dipopulerkannya telah menjadi bagian khasanah dunia bisnis dan manajemen di mana-mana seperti istilah Proactive, First Thing First, Win-Win, Sinergi dan Paradigm Shift. Apakah ke-7 kebiasaan yang dikatakan sebagai kebiasaan orang-orang yang sangat efektif itu? Berikut ringkasan ke-7 kebiasaan itu yang diterjemahkan dari buku pembimbing pelatihan berjudul 'Personal Leadership Application Workbook' yang diterbitkan oleh Covey Leadership Center, Provo, Utah, USA.
1. JADILAH PROAKTIF (Be Pro Active)
Kebiasaan untuk menjadi proaktif atau kebiasaan visi pribadi, berarti mengambil tanggung jawab untuk sikap dan tindakan kita. Itu menunjuk kata tanggung jawab ke dalam dua bagian: kemampuan / tanggapan. Orang-orang proaktif mengembangkan kemampuan untuk memilih tanggapan mereka, menjadikan mereka hasil nilai, keputusan, suasana hati dan kondisi mereka sendiri. Banyak ahli perilaku membuat model tanggapan rangsangan perilaku orang-orang yang reaktif didasarkan studi binatang dan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa.
Secara relatif sedikit penelitian dilakukan pada orang-orang yang sehat, kreatif, proaktif yang melakukan kebebasan dalam memilih tanggapan atas keadaan yang diberikan dari dalam atau luar. Makin banyak kita melakukan kebe-basan dalam memilih tanggapan kita, kita menjadi makin proaktif. Kuncinya adalah untuk menjadi terbuka bukan hakim; sebuah model dan bukan kritik; pemrogram dan bukan program. Dengan melakukan hal ini, kita memilih memberi makan pada masalah kesempatan dan kelaparan; menepati janji dan tidak berdalih; dan memfokuskan diri pada lingkaran pengaruh yang dekat daripada lingkaran perhatian yang lebih luas.

2. MULAI DENGAN AKHIR DALAM PIKIRAN (Begin with the End in Mind)
Kebiasaan kepemimpinan pribadi berarti memulai tiap hari dengan pengertian yang jelas akan arah dan tujuan yang dikehendaki. Manajemen secara kontras dengan kepemimpinan lebih berkenaan dengan efisiensi dan kecepatan. Orang-orang efektif menyadari bahwa segala sesuatu diciptakan secara mental sebelum diciptakan secara fisik. Mereka menulis pernyataan misi atau maksud dan menggunakannya sebagai kerangka untuk pengambilan keputusan. Mereka memperjelas nilai dan menentukan prioritas sebelum memilih tujuan dan melaksanakannya.
Orang-orang yang tidak efektif membiarkan kebiasaan lama, orang lain, dan kondisi lingkungan untuk mendikte ciptaan mental ini. Mereka mengambil nilai dan tujuan dari kebudayaan dan menaiki tangga sukses, hanya untuk menemukan pencapaian puncak, dengan tangga yang bersandar di tembok yang salah. Kedua, atau ciptaan fisik, mengikuti yang pertama, sama seperti bangunan mengikuti cetak biru. Bila rancangannya baik, konstruksi akan berjalan lebih baik dan cepat. Kwalitas, tidak dapat dinilai dari hasilnya; itu harus dirancang dan dibangun sejak awalnya.

3. DAHULUKAN YANG UTAMA (Put First Things First)
Kebiasaan manajemen pribadi mencakup mengorganisasi dan manajemen waktu dan kejadian menurut prioritas pribadi kebiasaan ke-2. Hukum Pareto menyebut bahwa 80% hasil yang diharapkan keluar dari sedikit (20%) aktivitas "pengaruh tinggi." Untuk "mempengaruhi" waktu kita, kita harus memberikan perhatian lebih kecil pada aktivitas yang mendesak tetapi tidak penting dan memberikan waktu lebih banyak pada yang penting sekalipun tidak mendesak. Hal-hal mendesak mempengaruhi kita, dan biasanya kita bereaksi atasnya. Tetapi kita harus proaktif daripada reaktif untuk mengerjakan hal-hal penting sekalipun tidak mendesak. Hanya dengan berkata tidak pada yang tidak penting kita dapat berkata ya pada yang penting.

4. BERFIKIR MENANG-MENANG (Think Win-Win)
Menang-menang adalah kebiasaan kepemimpinan antar manusia. Dalam keluarga atau usaha, keefektifan lebih banyak dicapai melalui usaha bersama beberapa orang. Hubungan perkawinan dan kemitraan lainnya adalah realitas yang saling bergantung, padahal manusia sering mendekati hubungan ini dengan sikap mental mandiri. Menang-menang adalah sikap mencari keuntungan bersama. Pemikiran menang-menang dimulai dengan tekad untuk mencari segala kemungkinan sampai pemecahan yang memuaskan semua pihak tercapai, atau tidak melakukan keputusan sama sekali. Ini dimulai dengan mentalitas yang kaya, kepercayaan bahwa dengan meningkatkan "kue" secara sinergis, maka akan tersedia potongan kue untuk semua orang. Orang-orang dengan mentalitas yang miskin percaya bahwa hanya ada cukup untuk yang terbaik; mereka mencari pemecahan menang-kalah.
Orang-orang yang baik tetapi kurang berani biasanya mengakhiri pemecahan dengan kalah-menang. Orang-orang-efektif mengikuti model pemecahan menang-menang dalam hubungan dan perjanjian mereka. Perjanjian yang berpola menang-menang memperjelas pengharapan dengan cara mengungkapkan secara eksplisit lima elemen berikut: hasil yang diharapkan, pedoman, sumber daya, pertanggungan jawab, dan konsekwen.

5. BERUSAHA MENGERTI TERLEBIH DAHULU BARU DI MENGERTI (Seek Firsat to Understand Then to Be Understood)
Kebiasaan berkomunikasi adalah salah satu ketrampilan utama dalam hidup, dan kunci untuk membangun hubungan menang-menang dan esensi profesionalisme. Dokter memeriksa sebelum memberi obat; penjual utama menilai kebutuhan dan menjual pemecahan masalah, bukan sekedar hasil produksi. Kita melihat dunia seperti apa adanya kita dan bukan seperti apa adanya. Persepsi kita berasal dari pengalaman. Untuk menekankan butir ini dalam seminar, saya membagi peserta menjadi dua dan menunjukkan yang satu gambar seorang gadis muda dan yang lain seorang nenek tua. Setiap orang kemudian melihat gambar gabungan. Yang terbiasa melihat gadis muda cenderung melihat dalam gambar gabungan hal yang sama sedangkan yang terbiasa melihat nenek tua akan melihat itu juga.
Bila keduanya bertemu sering mereka mempertanyakan keabsahan pandangan pihak lainnya. Kebanyakan masalah dimulai dari perbedaan persepsi. Untuk mengatasi perbedaan ini dan mengembalikan kepercayaan, kita harus melatih empati, pertama mengerti pandangan pihak lain. Mendengarkan secara empatik sangat mengobati karena memberikan kepada orang-orang 'suasana kejiwaan.' Sekali orang-orang dimengerti, mereka akan mengurangi pertahanan diri mereka. Mencela dengan emosi masalah yang mengakar dengan minta bukti sering tidak produktif. Evaluasi, simpati, dan menasehati adalah juga tidak efektif sebagai cara untuk mendapatkan pengertian dan pengaruh - tetapi itu akan bernilai apabila orang-orang lain merasa dimengerti.

6. WUJUDKAN SINERGI (Synergize)
'Wujudkan sinergi' adalah kebiasaan kerjasama atau kerjatim yang kreatip. Bagi mereka yang mempunyai mental menang-menang yang kaya dan melaksanakan empati, perbedaan dalam hubungan apapun dapat menghasilkan sinergi, dimana seluruh bagian lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya. Sinergi dihasilkan dari penilaian akan perbedaan dengan membawa bersama perspektif yang berbeda dalam roh saling menghargai. Orang-orang kemudian merasa bebas dalam mencari alternatif pemecahan yang terbaik, sering sebagai "alternatif ketiga," yang secara substantif berbeda dan lebih baik dari kedua usulan terdahulu.
Sinergi adalah pemecahan masalah dengan pendekatan pengembangan orang-orang berlawanan dengan pendekatan "menyenangkan atau menenangkan" pihak lain. Orang-orang yang tidak percaya diri cenderung membuat pihak lain mengikuti pemikirannya dan mengelilingi dirinya dengan orang-orang yang berfikir sama.
Mereka melakukan kesalahan sama untuk kesatuan, kesamaan untuk kesatuan. Kesatuan yang benar berarti saling melengkapi.

7. ASAHLAH GERGAJI (Sharpen the Saw)
Kebiasaan untuk memperbaharui diri menopang semua kebiasaan orang-orang sukses. Seperti dongeng peternak yang dilandasi pengalaman menyedihkan, sukses mempunyai dua sisi: Angsa, yang mewakili kapasitas produksi, dan telur emas, yang merupakan hasil yang diharapkan. Adalah bijaksana meletakkan keduanya secara seimbang. Ketika orang-orang sibuk memproduksi, atau "menggergaji" mereka jarang mempunyai waktu untuk mengasah gergaji karena pemeliharaan sering mahal dan merupakan pengeluaran yang segera. Kebiasaan untuk menajamkan gergaji secara teratur berarti mempunyai program yang seimbang dan sistematis untuk pembaruan diri dalam empat bidang kehidupan: fisik, mental, sosial-emosi, dan spiritual. Tanpa disiplin ini, badan akan menjadi lemah, pikiran menjadi mekanis, emosi mentah, roh tidak peka, dan orang menjadi egois. Ini adalah hukum penuaian; kita menuai pada saat kita menggergaji. Kita akan menikmati tuaian yang sukses bila kita mendayagunakan ketujuh kebiasaan yang efektif ini dan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip yang disebutkan.

ANALISIS HUBUNGAN INTERPERSONAL
HAMBATAN
- MASALAH RUANG DAN WAKTU.
Karena davis(saya sendiri) dan ade sama sama pulang pergi dari rumah ke kampus. Jadi kami sulit sekali bertemu untuk merumuskan resensi buku ini. Kami bertemu hanya pada waktu waktu perkuliahan berlangsung.
- MASALAH KESIBUKAN
Setipa orang pasti mempunyai kesibukan kesibukan. Dan hal itu terjadi pada kami berdua. Davis mempunyai kesibukan sendiri, dan ade pun mempunyai kesibukan sendiri. Apalagi ade sudah menikah dan sudah bekerja, jadi beliau harus lebih konsentrasi kepada kepada pekerjaan, istri dan kuliah. Beliau sangatlah cerdas dalam menggunakan atau memanejemen kan waktu.
KELEBIHAN
- ADANYA SIKAP KEDEWASAAN.
Artinya kami sudah mengetahui tugas tugas kami sendiri.
- MENCAPAI PERSEFAHAMAN,
Maksudnya , kami sama sama mengerti bahwasanya kami mempunyai kesibukan kesibukan sendiri. Apalagi ade, beliau harus bisa bisa membagi waktu untuk kuliah, mengurus rumah tangga dan bekerja dan kuliah. Beliau adalah sosok mahasiswa yang mempunyai tanggung jawab yang besar, dan beliau juga seorang agent of change yang dewasa.
Karena didalam salah satu teori komunikasi interpersonal yaitu TEORI TEMBUSAN SOSIAL dijelaskan bahwasanya diadakannya komunikasi interpersonal itu adalah ppencapaian persefahaman, dan tidak semestinya persetujuan.serta sifatnya lebih kepada maklumat dan lebih bersifat pribadi komunikasi.
- TERJALIN KOMUNIKASI YANG YANG BAIK DIANTAR KAMI
Maksudnya tidak ada rasa benci, hasud atau negative thingking diantara kami.

0 Responses to "PSIKOLOGI KOMUNIKASI MANUSIA":