FILSAFAT DALAM ILMU KOMUNIKASI

Posted on Selasa, 05 Oktober 2010 by lia yulistino sugiono

APLIKASI FILSAFAT DALAM ILMU KOMUNIKASI

Media massa telah menjadi fenomena tersendiri dalam proses komunikasi massa dewasa ini bahkan ketergantungan manusia pada media massa sudah sedemikian besar. Media komunikasi massa abad ini yang tengah digandrungi masyarakat adalah televisi. Joseph Straubhaar & Robert La Rose dalam bukunya Media Now, menyatakan; the Avarege Person spend 2600 Hours per years watcing TV or listening to radio. That,s 325 eight-hourdays, a full time job. We spend another 900 hours with other media, including, newpaper, books, magazines, music, film, home video, video games and the internet, that about hours of media use – more time than we spend on anything else, including working or sleeping (straubhaar & La Rose, 2004 : 3)

Di Indonesia berdasarkan survey Ac Nielsen di tahun 1999 bahwa 61% sampai 91% masyarakat Indonesia suka menonton televisi, hasil ini lebih lanjut dijelaskan bahwa “hampir 8 dari 10 orang dewasa di kota-kota besar menonton televisi setiap hari dari 4 dari 10 orang mendengarkan radio” ( Media Indonesia, 16- Nopember 1999). Hal ini menunjukkan bahwa menonton televisi merupakan “aktivitas” utama masyarakat yang seakan tak bisa ditinggalkan. Realitas ini sebuah bukti bahwa televisi mempunyai kekuatan menghipnotis pemirsa, sehingga seolah-olah televisi telah mengalienasi seseorang dalam agenda settingnya.

Perkembangan pertelevisian di Indonesia dua tahun terakhir ini memang amat menarik, televisi-televisi swasta bermunculan melengkapi dan memperkaya TV yang sudah ada. Tercatat lebih dari 17 TV yang ada di Indonesia adalah TVRI, RCTI, SCTV, TPI, AN-TV, Indosiar, Trans-TV, Lativi, TV-7, TV Global, dan Metro TV ditambah TV-TV lokal seperti Bandung TV, STV, Padjadjaran TV dan sebagainya. Fenomena ini tentu saja menggembirakan karena idealnya masyarakat Indonesia memiliki banyak alternatif dalam memilih suguhan acara televisi.

Namun realitasnya, yang terjadi adalah stasiun-stasiun TV di Indonesia terjebak pada selera pasar karena tema acara yang disajikan hampir semua saluran TV tidak lagi beragam tetapi seragam di mana informasi yang sampai kepada publik hanya itu-itu saja tidak menyediakan banyak alternatif pilihan. Beberapa format acara TV yang sukses di satu stasiun TV acapkali diikuti oleh TV-TV lainnya, hal ini terjadi hampir pada seluruh format acara TV baik itu berita kriminal dan bedah kasus, tayangan misteri, dangdut, film india, telenovela, serial drama Asia, Infotainment, dan lain-lain.


_______________
*) Dosen pada Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran
Media watch mencatat bahwa selama ini atas nama mekanisme pasar, pilihan format isi pertelevisian tak pernah lepas dari pertimbangan ”tuntunan khalayak” menurut perspektif pengelola. Berbagai program acara dibuat hanya untuk melayani kelompok budaya mayoritas yang potensial menguntungkan, sementara kelompok minoritas tersisihkan dari dunia simbolik televisi.

Ukuran televisi hanya dilihat berdasarkan rating tidak memperhatikan faktor fungsional, akibatnya ada kelompok masyarakat yang dapat menikmati berbagai stasiun TV karena berada di wilayah yang berpotensi, tapi ada masyarakat yang tak terlayani sama sekali atau menangkap acara televisi namun isinya secara kultural tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.

Keadaan ini sebelumnya terjadi juga pada negara adi kuasa seperti Amerika Serikat penelitian di negara ini menunjukkan bahwa surat kabar dan televisi mengarahkan sasaran liputan mereka terutama pada kelompok elite dan tak memperdulikan sebagian besar warga (Kovach, 2003:66) dalam pemenuhan fungsi informasi dan hiburan belakangan ini, TV-TV gencar menayangkan berita-berita yang disebut dengan infotainment. Kehadiran infotainment amat mewarnai program-program acara di televisi bahkan menempati posisi rating tertinggi yang berarti acara-acara model seperti ini amat digemari oleh masyarakat. Pengiklan pun tak urung berbondong—bondong memasang iklan pada setiap tayangannya tentu saja semakin mamacu pengelola media untuk berloma-lomba membuat heboh acara infotainment yang dikemasnya.

Dipelopori oleh tayangan kabar-kabari lima tahun silam di RCTI, saat ini tidak kurang dari 50 judul acara serupa muncul menyebar di semua stasiun TV termasuk TVRI bahkan Metro TV. Semua format yang tampil mengatasnamakan infotainment sebagai penggabungan dari kata ”Information’ dan Entertainment’ (Informasi dan Hiburan) wujudnya merupakan paket tayangan informasi yang dikemas dalam bentuk hiburan & informasi yang menghibur.

Jika kita cermati tampaknya tayangan-tayangan infotainment yang mengklaim sebagai sebuah produk jurnalisme seringkali berorientasi bukan pada efek yang timbul dalam masyarakat tetapi produk komersial tersebut apakah mampu terjual dan mempunyai nilai ekonomis atau tidak, sehingga tidak memperhatikan apa manfaatnya bagi pemirsa ketika menginformasikan adegan ”syur” Mayangsari – Bambang Soeharto, exploitasi kawin cerai para selebritis, konflik, gaya hidup, serta kebohongan publik yang kerap digembar-gemborkan oleh kalangan selebritis.

Fenomena ini menandakan satu permasalahan di dalam kehidupan nilai-nilai ”filosofis” televisi di Indonesia. Televisi Indonesia semakin hari semakin memperlihatkan kecenderungan mencampuradukan berita dan hiburan melalui format tayangan ”infotainment”. Kebergunaan berita menjadi berkurang bahkan menyimpang. Hal ini disebabkan di antaranya oleh tekanan pasar yang makin meningkat.

1. Kerangka Teoritis
Louis O. Katsoff dalam bukunya ”Elements of Philosophy” menyatakan bahwa kegiatan filsafat merupakan perenungan, yaitu suatu jenis pemikiran yang meliputi kegiatan meragukan segala sesuatu, mengajukan pertanyaan, menghubungkan gagasan yang satu dengan gagasan yang lainnya, menanyakan ”mengapa”’ mencari jawaban yang lebih baik ketimbang jawaban pada pandangan mata. Filsafat sebagai perenungan mengusahakan kejelasan, keutuhan, dan keadaan memadainya pengetahuan agar dapat diperoleh pemahaman. Tujuan filsafat adalah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan menilai pengetahuan ini. Menemukan hakekatnya, dan menerbitkan serta mengatur semuanya itu dalam bentuk yang sistematik. Filsafat membawa kita kepada pemahaman & pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak. Tiga bidang kajian filsafat ilmu adalah epistemologis, ontologis, dan oksiologis. Ketiga bidang filsafat ini merupakan pilar utama bangunan filsafat.

Epistemologi: merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode, dan batasan pengetahuan manusia yang bersangkutan dengan kriteria bagi penilaian terhadap kebenaran dan kepalsuan. Epistemologi pada dasarnya adalah cara bagaimana pengetahuan disusun dari bahan yang diperoleh dalam prosesnya menggunakan metode ilmiah. Medode adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang matang & mapan, sistematis & logis.

Ontologi: adalah cabang filsafat mengenai sifat (wujud) atau lebih sempit lagi sifat fenomena yang ingin kita ketahui. Dalam ilmu pengetahuan sosial ontologi terutama berkaitan dengan sifat interaksi sosial. Menurut Stephen Litle John, ontologi adalah mengerjakan terjadinya pengetahuan dari sebuah gagasan kita tentang realitas. Bagi ilmu sosial ontologi memiliki keluasan eksistensi kemanusiaan.

Aksiologis: adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai seperti etika, estetika, atau agama. Litle John menyebutkan bahwa aksiologis, merupakan bidang kajian filosofis yang membahas value (nilai-nilai) Litle John mengistilahkan kajian menelusuri tiga asumsi dasar teori ini adalah dengan nama metatori. Metatori adalah bahan spesifik pelbagai teori seperti tentang apa yang diobservasi, bagaimana observasi dilakukan dan apa bentuk teorinya. ”Metatori adalah teori tentang teori” pelbagai kajian metatori yang berkembang sejak 1970 –an mengajukan berbagai metode dan teori, berdasarkan perkembangan paradigma sosial. Membahas hal-hal seperti bagaimana sebuah knowledge itu (epistemologi) berkembang. Sampai sejauh manakah eksistensinya (ontologi) perkembangannya dan bagaimanakah kegunaan nilai-nilainya (aksiologis) bagi kehidupan sosial. Pembahasan ; Berita infotainment dalam kajian filosofis. Kajian ini akan meneropong lingkup persoalan di dalam disiplin jurnalisme, sebagai sebuah bahasan dari keilmuan komunikasi, yang telah mengalami degradasi bias tertentu dari sisi epistemologis, ontologis bahkan aksiologisnya terutama dalam penyajian berita infotainment di televisi.

2. Kajian Aspek Epistemologis:
Dalam berita hal terpenting adalah fakta. Pada titik yang paling inti dalam setiap pesannya pelaporan jurnalisme mesti membawa muatan fakta. Setiap kepingan informasi mengimplikasikan realitas peristiwa kemasyatakatan. Tiap pesan menjadi netral dari kemungkinan buruk penafsiran subyektif yang tak berkaitan dengan kepentingan–kepentingan kebutuhan masyarakat. Charnley (1965 : 22.30) mengungkapkan kunci standardisasi bahasa penulisan yang memakai pendekatan ketepatan pelaporan faktualisasi peristiwa, yaitu akurat, seimbang, obyektif, jelas dan singkat serta mengandung waktu kekinian. Hal-hal ini merupakan tolok ukur dari ”The Quality of News” dan menjadi pedoman yang mengondisikan kerja wartawan di dalam mendekati peristiwa berita & membantu upaya tatkala mengumpulkan & mereportase berita. Secara epistemologis cara-cara memperoleh fakta ilmiah yang menjadi landasan filosofis sebuah berita infotainment yang akan ditampilkan berdasarkan perencanaan yang matang, mapan, sistematis & logis.

3. Kajian Aspek Ontologis
Dalam kajian berita infotainment ini bahasan secara ontologis tertuju pada keberadaan berita infotainment dalam ruang publik. Fenomena tentang berita infotainment bukan gejala baru di dunia jurnalisme. Pada abad 19, pernah berkembang jurnalisme yang berusaha mendapatkan audiensnya dengan mengandalkan berita kriminalitas yang sensasional, skandal seks, hal-hal, yang menegangkan dan pemujaan kaum selebritis ditandai dengan reputasi James Callender lewat pembeberan petualangan seks, para pendiri Amerika Serikat, Alexande Hamilton & Thomas Jeferson merupakan karya elaborasi antara fakta dan desus-desus. Tahun itu pula merupakan masa kejayaan William Rudolf Hearst dan Joseph Pulitzer yang dianggap sebagai dewa-dewa ”Jurnalisme kuning.”

Fenomena jurnalisme infotainment kembali mencuat ketika terjadi berita hebohnya perselingkuhan Presiden Amerika ”Bill Clinton- Lewinsky”. Sejak saat itu seakan telah menjadi karakteristik pada banyak jaringan TV di dunia. Di Indonesia, fenomena ini juga bukan terbilang baru. Sejak zaman Harmoko (Menteri Penerangan pada saat itu) banyak surat kabar–surat kabar kuning muncul & diwarnai dengan antusias masyarakat. Bahkan ketika Arswendo Atmowiloto menerbitkan Monitor semakin membuat semarak ”Jurnalisme kuning di Indonesia”. Pasca Orde Baru ketika kebebasan pers dibuka lebar-lebar semakin banyak media baru bermunculan, ada yang memiliki kualitas tetapi ada juga yang mengabaikan kualitas dengan mengandalkan sensasional, gosip, skandal dan lain-lain. Ketika tayangan Cek & Ricek dan Kabar Kabari berhasil di RCTI, TV lainnya juga ikut-ikut menayangkan acara gosip. Dari sinilah cikal bakal infotainment marak di TV kita. Fenomena infotainment merupakan hal yang tidak bisa terhindarkan dari dunia jurnalisme kita. Pada realitasnya ini banyak disukai oleh masyarakat dengan bukti rating tinggi (public share tinggi)

4. Kajian pada aspek aksiologis
Secara aksiologis kegunaan berita infotainment dititik beratkan kepada hiburan. Pengelola acara ini menarik audiens hanya dengan menyajikan tontonan yang enak dilihat sebagai sebuah strategi bisnis jurnalisme. Hal ini akan berdampak pada menundanya selera dan harapan sejumlah orang terhadap sesuatu yang lain. Ketika etika infotainment telah salah langkah mencoba untuk ”menyaingkan” antara berita & hiburan. Padahal nilai dan daya pikat berita itu berbeda, infotainment pada gilirannya akan membentuk audiens yang dangkal karena terbangun atas bentuk bukan substansi.

Pengelola media melalui berita infotainment terkadang tidak lagi mempertimbangkan moral sebagai pengontrol langkah mereka sehingga begitu mengabaikan kepentingan masyarakat.Hal itulah yang terjadi dengan berita infotainment di Indonesia, beberapa kaidah yang semestinya dijalankan malah diabaikan demi kepentingan mengejar rating dan meraup keuntungan dari pemasang iklan.

PERENCANAAN PEMASARAN DAN ANALISIS PENDEKATAN SWOT

Posted on by lia yulistino sugiono

Perencanaan pemasaran dari produk di atas adalah sebagai berikut:
- Promosi adalah koordinasi dari seluruh upaya yang dimulai pikak penjual untuk membangun bebagai saluran informasi dan persuasi untuk menjual barang dan jasa atau memperkenalkan suatu barang dan jasa.
- Iklan adalah setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk. Servis atau ide yang di bayar oleh satu sponsor yang di ketahui. Iklan dapat di pasang melalui media massa (cetak elektronik dan internet), karena media massa dinilai efisien dalam segi nilai untuk mencapai audien dalam jumlah besar. Keuntungan lainnya adalah kemampuannya menarik perhatian konsumen terutama pruduk yang iklannya popular atau sangat di kenal masyarakat.
- Pemasaran langsumg adalah upaya perusahaan atau organisasi untuk berkomunikasi secara langsung dengan calon pelanggan sasaran dengan maksud menimbukan tanggapan dan atau transaksi penjualan.
- Pemasaran interaktif, biasanya menggunakan media internet khususnya melalui media fasilitas word wide web (WWW).
- Promosi penjualan atau yang di sebut salles promotion adalah kegiatan pemasaran yang memberikan nilai tambah atau insentif kepada tenaga penjualan atanu distributor atau konsumen yang diharapkan dapat meningkatkan penjualan.
- Hubungan masyarakat, komponen ini sangat penting dalam promotional mix suatu organisasi atau pemasaran.
- Penjualan personal yaitu suatu bentuk penjualan komunikasi langsung antara seorang pemjual dengan calon pembelinya

Analisis pendekatan SWOT yaitu:
1. Streng (kekuatan), dengan melalui perencanaan komunikasi ini produk yang kita buat khususnya The Sosro Celup dapat dikenal oleh masyarakat baik lokal maupun mancanegara.
2. Wearness (kelemahan), meskipun dapat dikenal oleh masyarakat luas tetapi tidak semua iklan dapat seefisien terhadapad apa yang diinginkan oleh perusahaan aau organisasi. Selain itu juga biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan sangatbesar karena adanya perencaan komunikasi seperti iklan, dan lain-lainnya. Tetapi semuaya itu dapat diatasi dengan manajemen yang baik oleh perusahan.
3. Opotuity( peluang), dapat mendapatkan untung paling besar.
4. Treatness (ancaman), membutuhkan modal yang besar.

ANALISIS WACANA

Posted on by lia yulistino sugiono

Analisis wacana adalah analisis isi yang lebih bersifat kualitatif dan dapat menjadi salah satu alternatif untuk melengkapi dan menutupi kelemahan dari analisis isi kuantitatif yang selama ini banyak digunakan oleh para peneliti. Jika pada analisis kuantitatif, pertanyaan lebih ditekankan untuk menjawab “apa” (what) dari pesan atau teks komunikasi, pada analisis wacana lebih difokuskan untuk melihat pada “bagaimana” (how), yaitu bagaimana isi teks berita dan juga bagaimana pesan itu disampaikan.

Beberapa perbedaan mendasar antara analisis wacana dengan analisis isi yang bersifat kuantitatif adalah sebagai berikut.

Analisis wacana lebih bersifat kualitatif daripada yang umum dilakukan dalam analisis isi kuantitatif karena analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori, seperti dalam analisis isi.

Analisis isi kuantitatif digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata), sedangkan analisis wacana justru memfokuskan pada pesan yang bersifat latent (tersembunyi).

Analisis isi kuantitatif hanya dapat mempertimbangkan “apa yang dikatakan” (what), tetapi tidak dapat menyelidiki bagaimana ia dikatakan (how).

Analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi, sedangkan analisis isi kuantitatif memang diarahkan untuk membuat generalisasi.

Model analisis wacana yang diperkenalkan oleh van Dijk sering kali disebut sebagai “kognisi sosial”, yaitu suatu pendekatan yang diadopsi dari bidang psikologi sosial. Menurut van Dijk, ada 3 dimensi yang membentuk suatu wacana sehingga analisis yang dilakukan terhadap suatu wacana harus meliputi ketiga dimensi tersebut, yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Analisis Wacana

Analisis wacana adalah analisis isi yang lebih bersifat kualitatif dan dapat menjadi salah satu alternatif untuk melengkapi dan menutupi kelemahan dari analisis isi kuantitatif yang selama ini banyak digunakan oleh para peneliti. Jika pada analisis kuantitatif, pertanyaan lebih ditekankan untuk menjawab “apa” (what) dari pesan atau teks komunikasi, pada analisis wacana lebih difokuskan untuk melihat pada “bagaimana” (how), yaitu bagaimana isi teks berita dan juga bagaimana pesan itu disampaikan.

Beberapa perbedaan mendasar antara analisis wacana dengan analisis isi yang bersifat kuantitatif adalah sebagai berikut.

Analisis wacana lebih bersifat kualitatif daripada yang umum dilakukan dalam analisis isi kuantitatif karena analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori, seperti dalam analisis isi.

Analisis isi kuantitatif digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata), sedangkan analisis wacana justru memfokuskan pada pesan yang bersifat latent (tersembunyi).

Analisis isi kuantitatif hanya dapat mempertimbangkan “apa yang dikatakan” (what), tetapi tidak dapat menyelidiki bagaimana ia dikatakan (how).

Analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi, sedangkan analisis isi kuantitatif memang diarahkan untuk membuat generalisasi.

Model analisis wacana yang diperkenalkan oleh van Dijk sering kali disebut sebagai “kognisi sosial”, yaitu suatu pendekatan yang diadopsi dari bidang psikologi sosial. Menurut van Dijk, ada 3 dimensi yang membentuk suatu wacana sehingga analisis yang dilakukan terhadap suatu wacana harus meliputi ketiga dimensi tersebut, yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Analisis Wacana

Analisis wacana adalah analisis isi yang lebih bersifat kualitatif dan dapat menjadi salah satu alternatif untuk melengkapi dan menutupi kelemahan dari analisis isi kuantitatif yang selama ini banyak digunakan oleh para peneliti. Jika pada analisis kuantitatif, pertanyaan lebih ditekankan untuk menjawab “apa” (what) dari pesan atau teks komunikasi, pada analisis wacana lebih difokuskan untuk melihat pada “bagaimana” (how), yaitu bagaimana isi teks berita dan juga bagaimana pesan itu disampaikan.

Beberapa perbedaan mendasar antara analisis wacana dengan analisis isi yang bersifat kuantitatif adalah sebagai berikut.

Analisis wacana lebih bersifat kualitatif daripada yang umum dilakukan dalam analisis isi kuantitatif karena analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori, seperti dalam analisis isi.

Analisis isi kuantitatif digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata), sedangkan analisis wacana justru memfokuskan pada pesan yang bersifat latent (tersembunyi).

Analisis isi kuantitatif hanya dapat mempertimbangkan “apa yang dikatakan” (what), tetapi tidak dapat menyelidiki bagaimana ia dikatakan (how).

Analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi, sedangkan analisis isi kuantitatif memang diarahkan untuk membuat generalisasi.

Model analisis wacana yang diperkenalkan oleh van Dijk sering kali disebut sebagai “kognisi sosial”, yaitu suatu pendekatan yang diadopsi dari bidang psikologi sosial. Menurut van Dijk, ada 3 dimensi yang membentuk suatu wacana sehingga analisis yang dilakukan terhadap suatu wacana harus meliputi ketiga dimensi tersebut, yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.

PERSEPSI (2)

Posted on Minggu, 03 Oktober 2010 by lia yulistino sugiono

Persepsi : proses yg memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisi informasi (BRAIN FELLOW)

Persepsi : saranan yang memungkinkan memperolaeh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita..(Kenneth A.Sereno dan Edward M.Bodaken)

Persepsi : proses mental yang di gunakan untuk mengenali ransangan (Philip Goodacre dan Jennifer Follers)

Persepsi : proses dengan mana kita sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita (Jossep A.DeVito)

3 Aktivitas Persepsi

SELEKSI»ORGANISASI»INTERPRETASI

SIFAT PERSEPSI

1.Persepsi bersifat selektif
"Persepsi yang dipengaruhi oleh adanya perhatian (atensi)baik yang sifat internal maupun external

2.Persepsi bersifat dugaan
"Memungkinkan kita menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari sudut pandang apapun oleh karena itu informasi yang lengkap tidak tersedia,dugaan diperlukan untuk membuat suatu kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak lengkap lewat pengindraan itu"
Contoh

0. 0. 0. 0
0. 0. 0
Penjelsan
(klau gambar "0" ditarik garis maka akan banyak dugaan yang muncul,,bisa segitiga,atau apapun,jadi persepsi dugaan tidak akan memunculkan BENAR atau SALAH)

3.Persepsi bersifat evaluatif
"Kebanyakan orang menjalani hari-hari mereka dengan perasaan bahwa apa yang mereka persepsi adalah nyata.mereka berfikir bahwa menerima pesan dan menafsirkan sebagai suatu proses yang alamiah.akan tetapi terkadang alat indra dan persepsi kita menipu kita sehingga kita juga ragu seberapa dekat persepsi kita dengan realitas yang sebenarnya.

Persepsi juga dipengaruhi oleh faktor budaya.samovar dan porter menemukan 6 unsur budaya yang mempengaruhi persepsi
1.Kepercayaan, Nilai dan sikap
2.Pandangan tentang dunia
3.Organisasi sosial
4.Tabiat Manusia
5.Orientasi kegiatan
6.Pandangan tentang diri dan orang lain.

FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN

Posted on by lia yulistino sugiono

(Menyibak jalan untuk terbentuknya wawasan)
•pengetahuna : keseluruhan pemikiran,gagasan,konsep,ide,konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia

•ilmu pengetahuan : keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang disusun secara sistematis

•pengetahuan lebih spontan,ilmu pengetahuan lebih sistematis.

Perbedaan filsafat pengetahuan dan filsafat ilmu

FILSAFAT PENGETAHUAN(epistemologi)
^berkaitan dgn upaya mengkaji pengetahuan

^menyangkut gejala dan sumber pengetahuanmanusia

FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
•mengkaji persoalan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan

Lalu bagai mana cara mendapatkan pengetahuan yang benar
"Mudah saja KETAHUILAH apa yang kamu TAHU dan KETAHUILAH apa yang kamu TIDAK TAHU"

FILSAFAT PENGETAHUAN
Pengetahuan menurut POLA NYA
•tahu bahwa : pengetahuan ttg informasi tertentu. Tahu ttg p dan p memang benar pengetahuan teoritis.

•tahu bagaimana: know how, berkaitan dg keahlian/teknis

•tahu mengenai/tentang : pengetahuan akan sesuatu melalui pengalaman atau pengenalan pribadi (knowing)

•tahu mengapa : berkaitan dgn sesuatu dg tahu bahwa berkaitan dg penjelasan dan lebih kritis,mendalam

PROSESNYA

Tahu akan
"Pengetahuan langsung/pengalaman pribadi"

Tahu bahwa
"Masih bersifat umum"

Tahu mengapa
"Refleksi,abstraksi,penjelasan"

Tahu bagaimana
"Pemecahan,penerapan,tindakan"

Munculnya pengetahuan
•diawali dg kecenderungan psikis manusia,dorongan INGIN TAHU yang bersumber dr kehindak dan kemauan

•ada AKAL PIKIRAN/RAsio

•adanya PERASAAN / EMOSI

•ke 3 nya berada dalam satu kesatuan, secara terbuka saling mempengaruhi menurut situasi dan kondisi dalam keadaan berbeda beda keinginan,pikiran dan perasaan dapat lebih dominan.

SUMBER PENGETAHUAN
Sumber pengetahuan dan letak kebenarannya
1.kepercayaan: tradisi, adat istiadat,agama
•tidak dibuktikan secara rasional dan empiris tetapi sulit dikritik begitu saja,sehingga beberapa harus di terima secara bulat

2. Kesaksian org lain
•kebenaranya berada pada otoritas pemegang kebenaran itu

3. Intuisi
•letak kebenarannya tidak dapat berlaku umum,hanya personal

4.Panca indra
5.Akal budi
......DUA TERAKHIR INI YG SERING DIBAHAS.....


PANDANGAN TERHADAP OBJEK,PERILAKU,PERISTIWA

OBJEKTIF
•merujuk kepada pandangan bahwa objek,perilaku, peristiwa eksis di dunia nyata. Hal-hal tersebut eksis dan independen (berdiri bebas dr pengamatannya)

•kebenaran ada jika manusia dapat menyingkirkan campurtangnannya ketika melakukan penilaian

SUBJEKTIF
•realitas adalah suatu konstruksi sosial.

•pengetahuan tidak bersifat objektif dan tidak bersifat tidak berubah (pengetahuan adalah dinamis)

PERILAKU MANUSIA (OBJEKTIF)
•perilaku ditentukan dan individu adalah produk lingkungan
•manusia mengamati lingkungan,mentukan makna,komunikasi digunakan sebagai alat untuk mengelola apa yang diidentifikasi

PERILAKU MANUSIA (SUBKEKTIF)
•perilaku bersifat suka rela dan manusia adalah faktor yang memutuskan bagaimana lingkungan eksternal dibangun
•manusia menciptakan makna bhs/komunikasi menghasilkan.

PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI

Posted on Senin, 27 September 2010 by lia yulistino sugiono

Rudolf F. Verderber
Komunikasi memiliki dua fungsi; Sosial dan pengambilan keputusan.

Fungsi sosial yaitu: untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan.
Fungsi pengambilan keputusan: apa yang kita akan lakukan.

Fungsi-fungsi Komunikasi

Komunikasi Sosial: mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari ketegangan, dan memupuk hubungan dengan orang lain.

Komunikasi Ekspresif: komunikasi ini dapat dilakukan pada diri sendiri (sendirian) atau dengan orang lain dalam kelompok. Komunikasi ini tidak bertujuan langsung mempengaruhi orang lain. Namun lebih kepada bagaimana perasaan2 (emosi) kita disampaikan melalui pesan-pesan nonverbal: perasaan sayang, peduli, marah, benci, takut, dsb.

Komunikasi Ritual : Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif, namun dilakukan secara kolektif melalui upacara-upacara keagamaan misalnya berdoa, sholat, misa, dan sebagainya.

Komunikasi Instrumental mempunyai beberapa tujuan: menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, mengubah perilaku, atau menggerakan tindakan, dan juga menghibur.
(bersifat persuasif)

PERSEPSI SEBAGAI INTI KOMUNIKASI

Posted on by lia yulistino sugiono

PENGERTIAN

Persepsi adalah proses pemaknaan

1.adalah proses yang memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis nformasi (brian fellow)
2.persepsi adalah sarana yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita (kenneth.A.Soreno dan edward.m.bonaken )
3.adalah proses mental yg digunakan untuk mengenali rangsangan (philip goodacre and jennifer follers)
4.adalah proses dengan mana kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus (devito)

3 aktivitas persepsi
a.seleksi = b.organisasi (proses internalisasi) = decode = c.interpretasi (proses memberikan makna)


sifat persepsi
1.bersifat selektif , dipengaruhi oleh adanya perhatian (atensi) baik yang bersifat internal maupun ekstrim
2.bersifat dugaan = proses persepsi ini memungkinkan kita menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebh lengkap
3.bersifat evaluatif = menafsirkan sementara , sehingga jauh dari sebenarnya
4.bersifat kontekstual = bergantung kepada konteksnya
5.dipengaruhi oleh faktor budaya

FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA SAINS

Posted on by lia yulistino sugiono

Filsafat ilmu dan logika sains

apa itu filsafat ?
bertanya = berfilsafat
manusia = filsuf by nature
filsuf = bertanya terus menerus
filsafat = sikap bertanya itu sendiri

asal kata flsafat ;
secara etimologis , diambil dari bahasa yunani = philos (suka , cinta)dan sophia (kebijaksanaan).cinta kepada kebijaksanaan = dorongan terus menerus , suatu dambaan untuk mencapai kebijaksanaan

bukan berasal dari kata benda / kata yang statis tapi sebuah pekerjaan

thesa ; find anykind about communication
achievement ; got something

definisi lain ;
contoh ; filsafat saya adalah....(hal ini merupakan sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan alam yang biasanya diterima secara kritis

filsafat ;
1."tidak membuat roti"
2.tidak melukiskan teknik baru
3.memberikan petunjuk2 untuk mencapai taraf hidup yang lebih tinggi

tujuan ;
1.mengumpulkan pengalaman manusia sebanyak mungkin
2.mengajukan kritik dan menila pengetahuan tersebut
3.menemukan hakekatnya
4.menerbitkannya serta mengatur semua itu dalam bentuk yang sistematis

arah ;
filsafat membawa kita kepada pemahaman - pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak

BERITA

Posted on Selasa, 22 Juni 2010 by lia yulistino sugiono

Nilai-Nilai Berita Untuk Berita yang bernilai

1. Keluarbiasaan (unsualness)
berita adalah sesuatu yang luar biasa. Dalam pandangan jurnalistik, berita bukanlah suatu peristiwa biasa. Contoh: peristiwa pesawat terbang melayang di udara, gunung meletus yang menyebabkan puluhan ribu jiwa harus mengungsi.
2. Kebaruan (Newness)
berita adalah semua apa yang terbaru. Semua hal yang baru, apa pun namanya pasti memilki nilai berita. Contoh: pemilihan presiden baru, gubernur baru, mobil keluaran terbaru.
3. Akibat (Impact)
berita adalah segala sesuatu yang berdampak luas. Suatu peristiwa tidak jarang menimbulkan dampak besar dalam kehidupan masyarakat. Contoh: kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kenaikan tarif listrik, kenaikan beras

4. Aktual (Timeliness)
berita adalah peristiwa yang sedang atau baru saja terjadi. Secara sederhana aktual berarti menunjuk pada peristiwa yang baru atau yang sedang terjadi. Contoh: gempa bumi. Tsunami, kerusuhan.
5.Kedekatan (Proximity)
Berita adalah kedekatan. Kedekatan mengandung dua arti. Kedekatan geografis dan kedekatan psikologis.kedekatan geografis menunjuk pada pada suatu peristiwa atau berita yang terjadi di sekitar tempat tinggal kita.
kedekatan psikologis lebih banyak ditentukan oleh tingkat keterikatan pikiran, perasaan atau kejiwaan sesseorang dengan suatu objek peristiwa atau berita.
6. Informasi (information)
berita adalah informasi. Hanya informasi yang memiliki nilai berita atau banyak memberikan manfaat kepada publik yang patut mendapatkan perhatian media. Contoh: rubrik agenda, seputar kota, seputar kampus.

7. Konflik (Conflict)
berita adalah konflik atau segala sesuatu yang mengandung unsur atau sarat dengan dimensi pertentangan. Contoh: berita tentang kerusuhan,demonstrasi.
8. Ketenaran (prominence)
berita adalah tentang orang-orang penting, pesohor, public figure, selebriti. Teori menegaskan nama menciptakan berita ( name makes news)
9. Ketertarikan manusiawi (Human interest)
berita yang lebih banyak menyentuh perasaan daripada mengundang pemikiran. Contoh: kisah tentang penjaga rel kereta api

10. Seks
Berita adalah seks. Sepanjang sejarah peradaban manusia, segala hal yang berkaitan dengan seks pasti menarik dan mengundang pehatian

Pengembangan Diri dan Kepribadian

Posted on by lia yulistino sugiono

SIKAP POSITIF untuk pengembangan Diri dan Kepribadian yang baik

Optimisme yang tinggi,
Pantang menyerah,
Percaya diri,
Mudah bersyukur,
Sabar,
Menghargai orang lain,
Menghargai perbedaan,
Mudah berteman,
Mengambil tanggung jawab
Pantang menyalahkan orang lain dan keadaan.

Ketika hujan mulai mengguyur Jakarta,

Anda berdoa: "Tuhan, kalau benar Engkau mengasihiku, maka halau banjir ini masuk ke dalam rumahku."

Bagi-Ku, jangankan menghalau air masuk ke dalam rumahmu, membelah laut saja Aku mampu. Tetapi kali ini, Aku ingin menunjukkan kasih-Ku kepadamu dengan cara yang berbeda, yakni dengan membiarkan air itu masuk ke dalam rumahmu.

Tujuannya, Aku ingin kamu belajar berenang...karena Aku sudah mempersiapkan perkerjaan baru untukmu, dengan posisi dan gaji yang lebih tinggi...semuanya jauh lebih baik dari pekerjaanmu yang sekarang. Namun dalam pekerjaan itu kamu harus bisa berenang. Maka inilah cara-Ku untuk melatihmu berenang agar kamu dapat sukses dalam pekerjaan barumu nanti."

• Jangan menjadi orang yang kaku dan tertutup
• Buku pikiran
• Lihat banyak kesempatan
• Ambil keputusan pada saat emosi positif
• Tenangkan pikiran
• Sikap positif

SOSIOLOGI KOMUNIKASI ; QUIZ FOR FUN!!

Posted on Selasa, 15 Juni 2010 by lia yulistino sugiono

MENGENAL DIRI DALAM KONSEP SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Apa Kelemahan kamu?
• Sensitive (perasaan)
• Egois (mau menang sendiri, ngomong) terkadang/ pendapat
• Understmade orang ketika jahat, males

Apa Kelebihan kamu?
• Easy going (mudah bergaul)
• Team work (suka bekerjasama)
• Sensitif

Apa sifat sahabat kamu yg paling kamu suka
• Saling care (memberi menerima)

Apa sifat sahabat kamu yg paling tdk kamu suka
• Temen yang egois
• Temen yg berlebihan

Adakah dampak secara psikologi sosial maupun komunikasi tentang pembangunan wall mart yg dekat dengan area penduduk/ pasar tradisional?
Jelaskan apa saja…?
• Persaingan harga
• Penyusutan konsumen pasar tradisional
• Eye catching
• Lebih bersih dan efisien
• Diskcount
• Tidak bisa menawar

Pihak mana saja yg diuntungkan dengan kehadiran wall mart ini?
• Masyarakat sekitar
• Pemerintah daerah

Pihak yang dirugikan dengan kehadiran wall mart ini:
• Pedagang pasar
• Masyarakat menengah kebwh
• Toko2


Apa Kelemahan kamu?
• Keras kepala
• Egois
• Males karena situasi

Apa Kelebihan kamu?
• Single fighter (tekun bekerja)
• Sensitif
• Setia
• Bertanggung jwb thdp kerja

Apa sifat sahabat kamu yg paling kamu suka
• Baik hati
• Ada suka dan duka
• Care, jujur, gk suka ngmng di blkg

Apa sifat sahabat kamu yg paling tdk kamu suka
• Temen yang egois
• Suka ngmng diblkng
• Gampang marah (emosional), mudah tersinggung

Adakah dampak secara psikologi sosial maupun komunikasi tentang pembangunan wall mart yg dekat dengan area penduduk/ pasar tradisional?
Jelaskan apa saja…?
• Persaingan harga
• Penyusutan konsumen pasar tradisional
• Eye catching
• Lebih bersih dan efisien
• Discount
• Tidak bisa menawar

Pihak mana saja yg diuntungkan dengan kehadiran wall mart ini?
• Masyarakat sekitar
• Pemerintah daerah
• remaja

Pihak yang dirugikan dengan kehadiran wall mart ini:
• Pedagang pasar
• Masyarakat menengah kebwh
• Toko2

EVASI KOMUNIKASI

Posted on by lia yulistino sugiono

HAMBATAN KOMUNIKASI

Untuk melakukan komunikasi yang benar-benar efektif, para ahli komunikasi berpendapat tidak mungkin, karena saat komunikasi berlangsung sering tanpa disadari timbul hambatan.

Berikut ini ada beberapa hambatan komunikasi yang patut diperhatikan oleh komunikator :

Hambatan Karena Gangguan ( Noises)

Ada 2 macam Gangguan menurut sifatnya :
Gangguan Mekanik/phonetik (mechanical / phonetic noise), yaitu gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik, seperti bunyi-bunyian yang berisik yang menggangu suara komunikator menjadi tidak jelas.

Gangguan Semantik ( Semantic Noise), yaitu gangguan yang terjadi berkaitan dengan bahasa/lambang-lambang yang memiliki makna ganda (kata-kata bersayap). Gangguan semantic dipengaruhi oleh pengertian yang konotatif (connotative meaning), yaitu pengertian yang bersifat emosional dan evaluative yang disebabkan latar belakang dan pengalaman seseorang (kalai denotative adalah pengertian sebagaimana yang ada dikamus/dipahami secara umum).

Hambatan Karena Kepentingan (Interest).
Faktor kepentingan juga akan menghambat komunikasi yang efektif, karena factor kepentingan komunikan yang membuat komunikan akan selektif dalam menerima dan menanggapi pesan. Orang akan terangsang oleh pesan yang menjadi kebutuhannya.

Hambatan Karena Motivasi (Motivation)
Faktor motivasi komunikan juga akan mempengaruhi tingkat kepedulian, perhatian dan rangsangan terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikator.

Hambatan karena Prasangka (Prejudice)
Prasangka merupakan hambatan berat bagi proses komunikasi, kalau belum apa-apa komunikan sudah curiga baik terhadap komunikator maupun pesan yang akan disampaikan maka komunikasi tidak berjalan dengan efektif. Hal ini bisa saja karena ethos komunikator dimata komunikan sudah merosot. Dalam prsangka, emosi/perasaan memaksa menarik kesimpulan atas dasar syak wasangka tanpa didasari rasionalitas maupun fakta.

Gangguan yang bersifat mekanik dan semantic adalah hambatan yang sifatnya obyektif, yaitu hambatan yang timbulnya bukan disengaja oleh pihak lain, tetapi keadaan yang tidak menguntungkan jalannya proses komunikasi.

Sedangkan hambatan yang berkaitan dengan kepentingan, motivasi, prasangka (termasuk didalamnya tamak, iri, dengki apatisme) merupakan hambatan yang bersifat subyektif, yaitu ditimbulkan oleh salah satu pihak/komunikan.

Hambatan-hambatan lain bisa juga datang karena :
• Bahasa/Language
• Membela diri/Defensiveness
• Misreading of Body Language
• Emosi/Emotions
• Persepsi/Perception
• Perhatian/Attention
• Perbedaan Budaya/Cultural Differences
• Terlalu banyak informasi/Information Overload

Ada beberapa cara untuk mengatasi hambatan dalam komunikasi (Overcoming Communication Barriers), yaitu melalui umpan balik/feedback-nya ; Informasi yang teratur/Regulate Information; Aktif mendengarkan/Listen Actively ; Bahasa yang sederhana/Simplify Language ; Emosi/Emotions


EVASI KOMUNIKASI.
Respon/tanggapan negative komunikan terhadap komunikator maupun pesan yang disampaikan bisa berupa ‘penentangan’ berupa sikap acuh tak acuh, mencemoh bahkan mendiskriditkan pesan.

Gejala mendiskriditkan atau menyesatkan pesan oleh komunikan karena tidak suka terhadap komunikator maupun pesan yang disampaikan dinamakan “Evasion of communication “

E. Cooper dan M. Johada, mengemukakan ada beberapa jenis evasi komunikasi :
Menyesatkan Pengertian,(understanding derailed), yaitu suatu pesan di-interpretasikan sesuai dengan kondisi emosi/perasaannya. Misal, temannya mengajak agar meningkatkan kedisiplinan. Oleh yang menerima pesan di-interpretarsikan temannya itu mau ‘cari muka’.

Mencacatkan Pesan (message made invalid), yaitu pesan yang diterima di-interpretasikan dan dikembangkan tidak sebagaimana mestinya. Misal, si-A, baru ditegur oleh atasannya, si-B yang tidak suka dengan si-A, cerita kepada si-C, bahwa si-A, dimarahi atasannya, si-C yang tidak suka dengan s-A, cerita kepada si-D, kalau si-A, di skors oleh pimpinannya.

Merubah Kerangka Referensi (changing frame of reference), Seseorang dalam menerima pesan, sering dimaknai sesuai dengan kerangka referensinya sendiri, baik kerangka piker maupun kerangka pengalamannya sendiri. Misal, Seseorang yang telah mengenal dan mempunyai pengalaman tentang Wisata Bali, akan berbeda responnya bagi yang belum tahu tentang Wisata Bali, saat disampaikan pesan-pesan tentang Wisata bali.

Distrosi
Kekurang tepatan atau perbedaan arti diantara pesan yang dikirim dengan interpretasi penerimanya dinamakan ‘distorsi’. Efektifitas komunikasi tidak saja pada aspek cara berkomunikasinya, tetapi juga aspek isi pesan yang disampaikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi distrosi pada pola komunikasi personal, maka faktornya juga personal, tetapi kalau komunikasi dalam kelompok/organisasi, disamping factor personal juga dipengaruhi factor kelompok/organisasi

Distrosi yang dipengaruhi oleh factor personal, yang memegang peranan peting adalah masalah persepsi. Lewis (1987) mengatakan bahwa persepsi adalah proses pengamatan, pemilihan, pengorganisasian stimulus yang sedang diamati dan membuat interpretasi (penafsiran) mengenai pengamatannya itu.

Hal-hal yang berkenaan dengan persepsi personal yang mempengaruhi distorsi dalam proses komunikasi, tersebut adalah :

1. Orang mengamati sesuatu itu selektif.
Keterbatasan kemampuan pancaindera kita dalam merespon lingkungan yang sangat terbatas sehingga akan melakukan persepsi pilihan. Pilihan tersebut maksudnya akan memusatkan perhatian pada stimulus/rangsangan keinderaan kita, dengan mengabaikan stimulus lainnya.

Misalnya ada dorongan stimulus dari diri kita untuk melihat tv, sedang bersamaan dengan itu ada stimulus/rangsangan untuk indera kita dari luar diri kita, yaitu orang berbicara dengan kita, tentu saja keduanya sulit menjadi perhatian pada derajat yang sama oleh indera kita, sehingga akan terjadi pengabaian dari salah satunya, sehingga pesan yang sampai menjadi distorsi dalam komunikasi tersebut.

2. Orang melihat sesuatu konsisten dengan apa yang mereka percayai.
Persepsi kita mengenai sesuatu, dipengaruhi oleh keyakinan yang selama ini kita percayai tentang orang, benda atau kejadian itu. Misalnya, menurut saya orang itu dapat dipercaya, tetapi ternyata teman kerja dia mengatakan orang tersebut tidak dapat dipercaya. Atau misalnya hiasan itu bagus untuk pajangan dirumah, tetapi teman saja mengatakan tidak bagus. Kondisi ini akan mempengaruhi interpretasi pesan.

3. Bahasa itu sendiri yang kurang tepat.
Dalam komunikasi, bahasa digunakan untuk menyatakan persepsi. Menggunakan bahas yang tidak berlaku umum, akan menimbulkan distorsi. Misalnya kita bilang ‘atos’ untuk orang jawa itu berarti keras, namun bagi orang Sunda itu bersrti sudah. Sesungguhnya bahas yang tepat dapat menunjukkan orang, benda atau kejadian sebagaimana keadaan yang sesungguhnya. Mengingat banyaknya bahasa, maka digunakan pada ruang dan waktu yang tepat.

4. Arti suatu pesan terjadi pada level isi dan relasi.
Suatu pesan diinterpretasikan pada level isi dan relasi (hubungan). Pada lever/tataran isi menunjuk pad ide-gagasan, hal-hal, orang, benda atau kejadian yang dibicarakan (verbal) atau disampaikan (non verbal). Sedang pada level/tataran relasi, menunjuk pada bagaimana isi pesan dalam proses komunikasi. Misalnya seseorang menyampaikan sesuatu prestasi seseorang (level isi) dengan cara senyuman yang sinis (level relasi) akan bermakna berbeda kalau disampaikan dengan penuh senyuman kebanggan. Demikian juga (level relasi) pihak penerima pesan.

5. Tidak adanya kosistensi bahasa verbal dan non verbal.
Pace (1989), mengungkapkann bahwa percakapan diantara dua orang diperkirakan bahwa arti dari pesan dari bahasa verbal diserap 35 % dan dari bahsaa non verbal diserap 65 %. Dengan demikian bahwa sumber arti dan perasaan dari pesan yang disampaikan adalah berasal dari pesan non verbal.
Ini artinya konsistensi yan g diucapkan dengan yang diperbuat, harus dijaga agar tidak terjadi distriorsi. Sering kita dapati yang diungkapkan dengan lisan berarti ia atau setuju, tetapi bahas tubuhnyanya (non verbal) menunjukkan ketidak setujuannya.

6. Pesan yang meragukan
Keraguan pesan dalam kontek berkomunikasi mengarah pada ketiga keraguan, yaitu keraguan isi pesan, maksud pesan, dan keraguan efek pesan.

Keraguan isi pesan, berkenaan dengan ketidakpastian apa arti pesan yang sesungguhnya (pesannya kabur). Makin besar keraguan arti pesan, makin sulit untuk memahami pesan itu.

Keraguan maksud pesan, menunjuk pada ketidakjelasan maksud dari pengirim pesan. Misalnya sesorang dipanggil untuk menghadap, tetapi tidak dijelskan apa yang mau dibicarakan.

Keraguan efek pesan, berkenaan dengan ketidakpastian memprediksi atau memperkirakan konsekuensi yang mungkin dari suatu pesan. Kita mungkin menginterpretasikan dengan tepat isi pesan, tetapi tidak mampu memprediksi efek isi pesan tersebut. Misalnya, seorang yang dipanggil tersebut diatas karena ada keraguan maksud, maka ini menimbulkan distorsi, yaitu waktu diajak bicara dia tidak menyiapkan apa-apa yang patut dikemukakan.

7. Memori yang mengarah penajaman atau penyamarataan.
Memori / atau daya ingat seseorang dipengaruhi oleh sikap penajaman atau penyamarataan. Sesorang yang memiliki memori dengan pola penyamarataan, cenderung mengeneralisasi masalah dan kehilangan struktur pesan yang utuh. Berbeda dengan seseong yang memiliki memori dengan pola penajaman, ia akan memiliki struktur permasalahan yang detail dan lengkap. Sehingga pesan yang diterima tidak distrosi.

8. Motivasi bisa membangkitkan distorsi pesan.
Sikap terhadap isi, seseorang yang mempunyai sikap negative terhadap isi pesan, cenderung untuk mengabstraksikan secara negative, begitu sebaliknya. Keinginan dan motivasi dari pembicara, yang menyederhanakan pesan, menghaluskan agar pantas, untuk menyenangkan, sehingga mengaburkan isi substansi pesan akan menimbulkan distorsi. ****






• Evasi Komunikasi
Hambatan komunikasi pada umumnya mempunyai 2 sifat :
1. Hambatan Obyektif; Gangguan dan halangan terhadap jalannya komunikasi yang tidak disengaja, dibuat oleh pihak lain, tapi mungkin disebabkan oleh keadaan yang tidak menguntungkan.
Misal: Gangguan cuaca, gangguan lalu-lintas.
Hambatan Objektif juga bisa disebabkan :
• Kemampuan komunikasi yang kurang baik;
• Approach/Pendekatan penyajian kurang baik;
• Timing tidak cocok;
• Penggunaan media yang keliru.
2. Hambatan Subyektif; yang sengaja dibuat oleh orang lain. Disebabkan karena adanya :
• Pertentangan kepentingan;
• Prejudice; (Penuh Curiga)
• Tamak;
• Iri hati;
• Apatisme, apa yang dilakukan oleh orang lain sudah tidak dianggap olehnya. Ia sudah menutup jalan bagi dialog,


• “Gejala mencemooh dan mengelakan suatu komunikasi untuk mendeskreditkan atau menyesatkan pesan komunikasi”.
• Mencacatkan Pesan Komunikasi (Message made invalid); Kebiasaan mencacatkan pesan komunikasi dengan menambah-nambah pesan yang negatif.
• Mengubah Kerangka Referensi (Changing frame of reference),Kebiasaan mengubah kerangka referensi menunjukkan seseorang yang menanggapi komunikasi dengan diukur oleh kerangka referensi sendiri.

CORPORATE IMAGE

Posted on Kamis, 10 Juni 2010 by lia yulistino sugiono

Perang merek yang bikin semua orang di dunia pemasaran menahan nafas, mengerinyitkan dahi dan lalu garuk-garuk kepala, tentu saja antara dua merek raksasa yaitu Coca Cola dan Pepsi. Kedua-duanya berasal dari Amerika Serikat, negara yang sekarang lagi sibuk mengadakan pilcapres.

Semenjak dua merek tersebut ditahbiskan, masing-masing pada tahun 1886 dan 1903 antara keduanya sudah terjadi persaingan, saling sikut dan perang iklan, baik iklan cetak dan video. Mereka berambisi bisa meraih dominasi pasar minuman ringan berkarbonasi. Bisa dimaklumi kalau terkadang masalah etika sedikit terkesampingkan.
Kita ambil ilmunya saja lah. Nah, kini sambil tidak mempermasalahkan dulu masalah etika, mari kita lebih menyorot kreativitas Coca Cola dan Pepsi dalam upayanya memenangi simpati dan preferensi pelanggan.

Kata ‘citra’ biasanya menunjukkan ‘gambaran’ yang dimiliki seseorang tentang sesuatu atau seseorang, atau dalam makna khusus, ‘pendapat stereotipikal publik umum tentang
seseorang atau sesuatu’.

Gambaran visual ini mungkin didasarkan pada ciri konkrit obyek atau orang tertentu serta segala jenis aspek imaterial atau aspek tak relevan.
Kita kerap telah membentuk citra tentang sesuatu atau seseorang walau belum bersentuhan dengan obyek atau subyek tadi. Gardner dan Levy mungkin penulis pertama yang memakai istilah ‘citra’ dalam konteks pemasaran. David Ogilvy akhirnya jadi perintis yang menekankan pentingnya citra dalam iklan. Aspek penting pada citra merek adalah gambaran mental yang dimiliki konsumen terhadap produk atau merek. Citra merek didefinisikan sebagai berikut:
Citra merek adalah gambaran mental subyektif tentang merek yang sama-sama dianut sekelompok konsumen.
Tergantung sejauh mana konsumen terekspos komunikasi pemasaran dan pengalaman konsumsi mereka dengan produk itu, visualisasi citra merek biasanya cukup rinci.


Komponen citra merek
Terdapat tiga komponen citra merek: konten, favorabilitas, dan kekuatan. Komponen-komponen ini biasanya tercermin pada hasil pengukuran citra melalui uji diferensial semantik. Dalam penerapan teknik pengukuran ini, konsumen diminta memberi evaluasi terhadap skala bipolar yang berbeda (seperti ‘bermutu rendah versus bermutu tinggi’ dan ‘kuno versus modern’). Setiap skala terdiri dari lima atau tujuh posisi. Dalam memproses hasilnya, posisi di bagian kiri biasanya bernilai negatif, posisi tengah bernilai nol dan posisi terjauh di sebelah kanan ditandai positif. Pada Bagan ditampilkan skala tujuh-poin, dengan kutub ‘kuno versus modern’. Berdasarkan teknik pengukuran ini, tidak hanya konten citra merek yang ditentukan (apakah merek dirasa kuno atau modern), tapi juga favorabilitas (negatif versus positif) dan derajat kekuatan (sejauh mana asosiasi dirasa negatif atau positif).
Konten citra merek mengacu pada asosiasi yang mungkin dibangkitkan oleh sebuah merek. Sebagian merek membangkitkan banyak asosiasi, sementara lainnya sedikit saja. Asosiasi bisa saja terkait dengan kognisi (pengetahuan) dan perasaan, namun bisa juga, misalnya, terkait dengan bau dan bunyi.
Penelitian citra merek pada sejumlah merek margarin di Belanda antara lain menunjukkan bahwa ketika ditanya asosiasi merek, maka konsumen lebih banyak menyebutkan aspek-aspek dari pesan iklan. Namun, dalam citra perlu dibedakan antara manifest content dan latent content. Asosiasi yang bisa diverbalkan secara langsung oleh konsumen membentuk manifest content citra merek. Latent content citra merek mengacu pada asosiasi yang oleh konsumen tidak langsung disebutkan, tapi bisa diukur dengan teknik tertentu (misalnya, diferensial semantik pra-desain). Jika kemudian peneliti ‘membantu’ konsumen dengan menanyai pendapat mereka atas sejumlah dimensi yang tidak mereka sebut secara spontan, maka ternyata konsumen memiliki citra merek yang jelas dan mampu menggambarkan profil merek.
Pemasar bisa memilih berbagai metode untuk mengukur citra bergantung pada sedalam apa citra telah menancap di benak konsumen. Sejauh mana elaborasi citra merek juga bergantung pada pilihan positioning. Merek yang diposisikan secara fungsional diharapkan bisa membentuk asosiasi yang lebih konkret ketimbang merek yang diposisikan secara ekspresif.
Mengenai konten merek, kita bisa bedakan antara asosiasi merek material dan imaterial. Asosiasi merek material bisa dibagi menjadi asosiasi yang mengacu pada sifat aspek material tertentu (seperti keandalan dan keawetan) dan asosiasi yang mengacu pada ada atau tiadanya atribut tertentu. Kategori pertama terkait dengan karakteristik yang sama-sama dimiliki semua produk di kategori itu, tetapi sifatnya bisa berbeda untuk masing-masing merek. Sebagai contoh, semua kamera punya lensa, tapi merek Hasselblad membentuk asosiasi dengan lensa berkualitas tinggi.
Aspek lain asosiasi merek material adalah asosiasi yang menunjukkan ada atau tidak adanya atribut tertentu. Merek Citroën, misalnya, akan membangkitkan asosiasi pada sistem suspensi yang unik. Asosiasi merek imaterial mengarah pada aspek-aspek yang tak terkait dengan produk (fisik). Contoh-contohnya bisa dikaitkan dengan gaya hidup atau dunia pengalaman tertentu.
Pada dasarnya, favorabilitas citra merek bisa memiliki dua nilai: negatif atau positif. Subyeknya disini bukanlah konten aktual asosiasi itu, tapi ‘perasaan’ yang dialami konsumen pada setiap asosiasi (dan lalu khususnya arah perasaannya: negatif atau positif). Misalnya, mobil-mobil buatan Alfa-Romeo dulu diasosiasikan dengan karat (asosiasi negatif) sekaligus dengan daya akselerasi tinggi (asosiasi positif).
(‘saya mengasosiasikan Nivea pada kelembutan dan warna biru; meski asosiasi pada kelembutan lebih kuat’). Istilah umum untuk favorabilitas dan kekuatan adalah reputasi. Reputasi sebuah merek dikaitkan dengan sejauh mana merek bisa menimbulkan asosiasi positif dan kuat. Kata ‘reputasi’ sering dipakai guna menunjukkan kesan global sebuah merek. Merek dengan reputasi sangat positif umumnya adalah merek-merek yang didasarkan pada strategi prestis (lihat, misalnya, Rolls-Royce, sebuah merek dengan reputasi sangat bagus di bidang mesin mobil maupun mesin pesawat).::
Kendati perannya telah terhitung sejak lama, namun baru pada abad 20 merek dan asosiasi merek menjadi begitu penting bagi pemasar. Bisa dikatakan pemasaran modern diwarnai oleh penciptaan berbagai merek.

Pemasar saat itu mulai mengandalkan riset untuk membantu mereka merumuskan dan mengembangkan basis diferensiasi merek. Penggunaan atribut, nama, kemasan, strategi distribusi, dan iklan diyakini bisa menancapkan asosiasi merek yang unik di benak pelanggan. Sejak saat itu, terjadi pergeseran besar-besaran dari komoditas menjadi produk bermerek. Alhasil dalam membeli sebuah produk, konsumen tidak lagi sekedar berpatokan pada tinggi rendahnya harga, namun lebih melihat basis diferensiasi merek. Sejak itu pertumbuhan merek baru makin bertumbuh pesat. Ribuan merek baru dilansir tiap tahunnya.

Nah, kini kita tahu beda antara merek dan produk, namun tahukah anda bahwa perlu waktu berpuluh tahun untuk menyadari perbedaan ini secara eksplisit dalam ilmu pemasaran? Kalau kita runut ke belakang, maka pakar pertama yang menjlentrehkan perbedaan ini adalah Gardner dan Levy yang menulis artikel pada tahun 1955 dengan judul ‘The product and the brand’.

Merek punya nilai tertentu bagi perusahaan, dan nilai itu bisa saja berlipat-ganda dari nilai real estate, gedung dan mesin-mesin milik perusahaan.Mudahnya, nilai merek bagi perusahaan kita sebut ‘ekuitas merek’. Di awal tahun 1980an istilah ini makin populer di kalangan finansial Amerika. Awalnya, ekuitas merek lebih dianggap sebagai aset (finansial) yang penting bagi perusahaan sehingga ekuitas merek bisa ditafsirkan sebagai nilai finansial merek. Pertengahan 1980an, istilah ‘ekuitas merek’ juga menjadi perhatian dunia pemasaran. Di dunia pemasaran, ekuitas merek selain diakui mampu menjanjikan keuntungan finansial, sekaligus juga berarti manfaat manajemen dan stratejik. Pakar lain menggunakan istilah ‘ekuitas merek’ guna menunjukkan nilai merek di mata konsumen.

Akhir tahun 1980an, dunia pemasaran di Barat diwarnai dengan diskusi yang membahas metode ekuitas merek sebagai tema sentral. Langkah awal menuju konseptualisasi nilai merek bagi perusahaan ditulis oleh David Aaker dalam bukunya, Managing Brand Equity, terbit tahun 1991.
Makin sengitnya persaingan sejak dekade 1980an, lalu tuntutan pasar yang cepat berubah serta makin kuatnya kekuatan peritel dan juga dampak tekanan investor, membuat profiteering menjadi tujuan utama perusahaan. Investor atau pemegang saham kerap tak sabar pada reward tertunda, sehingga investasi merek jangka panjang tak begitu diprioritaskan. Pada tahun 1990an fenomena ini mendorong reorganisasi portofolio merek, merek yang tak-menguntungkan disingkirkan atau dijual. Bagi merek-merek lain, upaya jangka pendek (seperti promosi penjualan) sering menjadi solusi dari kemauan investor dan ancaman eksternal. Karena lebih bersifat jangka pendek, para manajer bergelar MBA itu kadang diolok-olok sebagai ‘Murderers of Brand Assets’. Karenanya Aaker mengusulkan adanya brand equity managers yaitu pejabat yang diberi wewenang guna mencegah nilai merek makin tergerus. Konsep brand equity managers ini menunjukkan bahwa merek sukses diakui sebagai aset penting perusahaan.

Definisi merek juga berubah dari merek sebagai product-plus menjadi merek sebagai konsep. Dulu, merek adalah pelengkap produk: pabrikan membuat produk dan lalu sebuah nama dilekatkan, yang kemudian perlu dibuat bermakna di mata konsumen (merek sebagai product-plus). Namun, kini tak sedikit kita jumpai perusahaan yang mengembangkan konsep yang mereka harapkan bisa memikat kelompok konsumen tertentu (merek sebagai konsep). Konsep ini disusun dan diterjemahkan dalam strategi komunikasi. Baru setelah itu dicari produk dan pabrikannya (maka merek lebih dilihat sebagai konsep independen, yang dapat dikaitkan dengan sejumlah produk). Pendekatan brand-as-a-concept menjadi makin penting akhir-akhir ini; contohnya The Body Shop. Menurut pandangan lama, strategi perusahaan adalah ‘product-driven,’ dan menurut paradigma baru, strategi lebih bersifat ‘market-driven.’

Inti pendekatan brand-as-a-concept adalah bahwa pemasar lebih dulu membuat konsep menarik dan kuat yang tidak terlalu berakar pada keunggulan produk tapi lebih ke lifestyle yang bisa diasosiasikan dengan merek (Nike, Swatch, dll.). Pendekatan brand-as-a-concept juga menyiratkan adanya pergeseran pemasaran dari manajemen transaksi ke manajemen relasi (relationship marketing), di mana merek menjadi link penghubung antara pemilik merek dan pengguna merek.
Kata ‘citra’ biasanya menunjukkan ‘gambaran’ yang dimiliki seseorang tentang sesuatu atau seseorang, atau dalam makna khusus, ‘pendapat stereotipikal publik umum tentang seseorang atau sesuatu’.

Gambaran visual ini mungkin didasarkan pada ciri konkrit obyek atau orang tertentu serta segala jenis aspek imaterial atau aspek tak relevan.
Kita kerap telah membentuk citra tentang sesuatu atau seseorang walau belum bersentuhan dengan obyek atau subyek tadi. Gardner dan Levy mungkin penulis pertama yang memakai istilah ‘citra’ dalam konteks pemasaran. David Ogilvy akhirnya jadi perintis yang menekankan pentingnya citra dalam iklan. Aspek penting pada citra merek adalah gambaran mental yang dimiliki konsumen terhadap produk atau merek.

Citra merek didefinisikan sebagai berikut:
Citra merek adalah gambaran mental subyektif tentang merek yang sama-sama dianut sekelompok konsumen.
Tergantung sejauh mana konsumen terekspos komunikasi pemasaran dan pengalaman konsumsi mereka dengan produk itu, visualisasi citra merek biasanya cukup rinci.

Komponen citra merek
Terdapat tiga komponen citra merek: konten, favorabilitas, dan kekuatan. Komponen-komponen ini biasanya tercermin pada hasil pengukuran citra melalui uji diferensial semantik. Dalam penerapan teknik pengukuran ini, konsumen diminta memberi evaluasi terhadap skala bipolar yang berbeda (seperti ‘bermutu rendah versus bermutu tinggi’ dan ‘kuno versus modern’). Setiap skala terdiri dari lima atau tujuh posisi. Dalam memproses hasilnya, posisi di bagian kiri biasanya bernilai negatif, posisi tengah bernilai nol dan posisi terjauh di sebelah kanan ditandai positif. Pada Bagan ditampilkan skala tujuh-poin, dengan kutub ‘kuno versus modern’. Berdasarkan teknik pengukuran ini, tidak hanya konten citra merek yang ditentukan (apakah merek dirasa kuno atau modern), tapi juga favorabilitas (negatif versus positif) dan derajat kekuatan (sejauh mana asosiasi dirasa negatif atau positif).
Konten citra merek mengacu pada asosiasi yang mungkin dibangkitkan oleh sebuah merek. Sebagian merek membangkitkan banyak asosiasi, sementara lainnya sedikit saja. Asosiasi bisa saja terkait dengan kognisi (pengetahuan) dan perasaan, namun bisa juga, misalnya, terkait dengan bau dan bunyi.
Penelitian citra merek pada sejumlah merek margarin di Belanda antara lain menunjukkan bahwa ketika ditanya asosiasi merek, maka konsumen lebih banyak menyebutkan aspek-aspek dari pesan iklan. Namun, dalam citra perlu dibedakan antara manifest content dan latent content. Asosiasi yang bisa diverbalkan secara langsung oleh konsumen membentuk manifest content citra merek. Latent content citra merek mengacu pada asosiasi yang oleh konsumen tidak langsung disebutkan, tapi bisa diukur dengan teknik tertentu (misalnya, diferensial semantik pra-desain). Jika kemudian peneliti ‘membantu’ konsumen dengan menanyai pendapat mereka atas sejumlah dimensi yang tidak mereka sebut secara spontan, maka ternyata konsumen memiliki citra merek yang jelas dan mampu menggambarkan profil merek.
Pemasar bisa memilih berbagai metode untuk mengukur citra bergantung pada sedalam apa citra telah menancap di benak konsumen. Sejauh mana elaborasi citra merek juga bergantung pada pilihan positioning. Merek yang diposisikan secara fungsional diharapkan bisa membentuk asosiasi yang lebih konkret ketimbang merek yang diposisikan secara ekspresif.
Mengenai konten merek, kita bisa bedakan antara asosiasi merek material dan imaterial. Asosiasi merek material bisa dibagi menjadi asosiasi yang mengacu pada sifat aspek material tertentu (seperti keandalan dan keawetan) dan asosiasi yang mengacu pada ada atau tiadanya atribut tertentu. Kategori pertama terkait dengan karakteristik yang sama-sama dimiliki semua produk di kategori itu, tetapi sifatnya bisa berbeda untuk masing-masing merek. Sebagai contoh, semua kamera punya lensa, tapi merek Hasselblad membentuk asosiasi dengan lensa berkualitas tinggi.
Aspek lain asosiasi merek material adalah asosiasi yang menunjukkan ada atau tidak adanya atribut tertentu. Merek Citroën, misalnya, akan membangkitkan asosiasi pada sistem suspensi yang unik. Asosiasi merek imaterial mengarah pada aspek-aspek yang tak terkait dengan produk (fisik). Contoh-contohnya bisa dikaitkan dengan gaya hidup atau dunia pengalaman tertentu.
Pada dasarnya, favorabilitas citra merek bisa memiliki dua nilai: negatif atau positif. Subyeknya disini bukanlah konten aktual asosiasi itu, tapi ‘perasaan’ yang dialami konsumen pada setiap asosiasi (dan lalu khususnya arah perasaannya: negatif atau positif). Misalnya, mobil-mobil buatan Alfa-Romeo dulu diasosiasikan dengan karat (asosiasi negatif) sekaligus dengan daya akselerasi tinggi (asosiasi positif).
Kekuatan citra merek terkait dengan sejauh mana asosiasi dihubungkan dengan merek itu (‘saya mengasosiasikan Nivea pada kelembutan dan warna biru; meski asosiasi pada kelembutan lebih kuat’). Istilah umum untuk favorabilitas dan kekuatan adalah reputasi. Reputasi sebuah merek dikaitkan dengan sejauh mana merek bisa menimbulkan asosiasi positif dan kuat. Kata ‘reputasi’ sering dipakai guna menunjukkan kesan global sebuah merek. Merek dengan reputasi sangat positif umumnya adalah merek-merek yang didasarkan pada strategi prestis (lihat, misalnya, Rolls-Royce, sebuah merek dengan reputasi sangat bagus di bidang mesin mobil maupun mesin pesawat).::

Kategori: Branding, Pemasaran . Yang berkaitan: asosiasi, aspek imaterial, bipolar, citra merek, diferensiasi semantik, evaluasi, favorabilitas, gambaran mental, Hasselblad, iklan, konten, Ogilvy, pengukuran, positioning, reputasi, visual .
Disadur oleh: LIA YULISTINO SUGIONO

A LOLITA DICTION

Posted on by lia yulistino sugiono

There was a girl named Lolita ; she said….
and I'm not supposed to play..! What? Mon coeur est a dady. You know, le proprietaire. No!
While tearing off a game of golf,
I may make a play for the caddy,
but when I do, I don't follow through
'cause my heart belongs to dady.
If I invite a boy some night to dine on my fine finnan haddie,
I just adore his asking for more, but,
my heart belongs to dady.
Yes, my heart belongs to dady, so I simply couldn't be bad.
Yes my heart belongs to dady.
So I want to warn you laddie,
though I know that you're perfectly swell,
that my heart belongs to dady cause my dady he treated it so..
Well he was…
While tearing off a game of golf,
I may make a play for the caddy,
but when I do, I don't follow through,ooh, dady.
I f I invite a boy some night to cook up a fine enchilada,
though spanish rice is all very nice..
my heart belongs to my dady so I simply couldn't be bad.
So, I want to warn you laddie,
though I know that you're perfectly swell,
that my heart belongs to my dady
'cause my dady he treated it..so..
That little old man he just treats it so good!

Maybe I would wanted it that way….

MY STUDY ABOUT DKV

Posted on Rabu, 19 Mei 2010 by lia yulistino sugiono

Definisi,Prinsip,Kegunaan


Desain Komunikasi Visual adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan ungkapan kreatif, teknik dan media untuk menyampaikan pesan dan gagasan secara visual, termasuk audio dengan mengolah elemen desain grafis berupa bentuk gambar, huruf dan warna, serta tata letaknya, sehingga pesan dan gagasan dapat diterima oleh sasarannya

Prinsip DKV
Pesan visual harus kreatif (asli, inovatif dan lancar), komunikatif, efisien dan efektif, sekaligus indah/estetis.

Penampilan sehari-hari desain komunikasi visual hanya terdiri dari dua unsur utama: verbal (tulisan) dan visual (gambar tangan, fotografi, atau image olahan komputer grafis).

Apasajakah Yang Dipelajari Dalam DKV???

Desain Grafis
Mempelajari konteks tataletak dan komposisi,
Area kerja kreatif desain grafis di antaranya: stationary kit atau sales kit: desain kartu nama, kop surat, amplop, map, bolpoint,desain kalender,desain majalah,komik

Desain Iklan
Desain iklan atau popular dengan sebutan advertising, ranah kreatifnya meliputi: kampanye iklan komersial dan perancangan iklan layanan masyarakat. Senantiasa melibatkan seluruh media periklanan yang meliputi: media iklan lini atas (above the line advertising), yakni: jenis-jenis iklan yang disosialisasikan menggunakan sarana media massa komunikasi audio visual. Misalnya surat kabar, majalah, tabloid, iklan radio, televisi, bioskop, internet, telepon seluler. media iklan lini bawah (below the line advertising), yaitu kegiatan periklanan yang disosialisasikan tidak menggunakan media massa cetak dan elektronik. Media yang digunakan berkisar pada printed ad: poster, brosur, leaflet, folder, flyer, katalog, dan merchandising:

Desain Multimedia Interaktif
dalam konteks tampilan dan pelengkap desain, Cakupan wilayah kreatif desain multimedia interaktif diantaranya meliputi: animasi 3D, dan motion graphic, fotografi, sinetron, audio visual, program acara televisi, bumper out dan bumper in acara televisi, film dokumenter, film layar lebar, video klip, web desain, dan CD interaktif.

Hal –hal yang perlu diperhatikan untuk membuat DKV menjadi efektif

1. Desiner harus memahami bentuk pesan yang ingin disampaikan
2. mengetahui kemampuan menafsir serta kecenderungan kondisi fisik maupun psikis kelompok masyarakat yang menjadi sasaran.
3. dapat memilih jenis bahasa dan gaya bahasa yang serasi dengan pesan yang dibawakannya. Selain itu juga tepat untuk dibicarakan secara efektif, jelas, mudah, dan mengesankan bagi si penerima pesan.

MEDIA PLAN dan STRATEGI

Posted on by lia yulistino sugiono

Media Planning
(perencanaan media periklanan)

Media Cetak
Koran, Tabloid, Majalah

Media Planning – media cetak

Langkah-langkah pembuatan media planning

• Mengetahui dan mempelajari produk klien
– Keunggulan, kelemahan, harga, distribusi, posisi / share di pasar dll.

• Analisa kompetitor dan pasar
– Kompetitor langsung, kompetitor tidak langsung, keunggulan dan kelemahan masing2 kompetitor, strategi brand, strategi media, pola beriklan, budget dll.

• Analisa target audience
– Siapa target yang dituju, analisa secara demografi, geografi dan lifestyle.

• Tujuan marketing, tujuan beriklan dan tujuan media
– Menetapkan tujuan media berdasarkan tujuan beriklan dan tujuan marketing
– Tujuan harus dapat diukur.

Media Planning – media cetak

Langkah-langkah pembuatan media planning

• Kembangkan strategi
– Menetapkan strategi berdasarkan tujuan yang hendak dicapai
– Menentukan jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan degan mempertimbangkan semua hasil analisa, produk, kompetisi dan target audience.
– Menentukan media yang tepat dan implementasinya termasuk media yang akan digunakan, bobot , frekuensi, scheduling dan biaya.

• Analisa media
– Menganalisa media2 yang akan dipilih
• Kekuatan, kelemahan, karakteristik media.
• Readership, reach, coverage, tiras/oplaag
• CPM, harga per kontak (cost per contact)
• Isi dan pendekatan media
• Regulasi dalam implementasi,fleksibilitas media

• Pemilihan media detail
– Memilih media yang paling tepat bedasarkan hasil analisa-analisa sebelumnya.


Media Planning – media cetak

Karakteristik

Koran
• Bersifat informatif lebih cenderung tulisan
• Berita terbaru
• Berita cepat
• Umur berita pendek
• Bahan referensi berita
• Lebih umum, pembaca lebih banyak pria


Tabloid
• Bersifat informatif ulasan berita dan artikel
• Isi berita lebih ringan dari majalah
• Umur berita diantara koran dan majalah
• Umum dan segmentasi
• Pembaca cenderung lebih banyak wanita dan dari kelas menengah bawah
• Sebagai pengganti majalah

Majalah
• Bersifat informatif melalui kombinasi tulisan dan gambar
• Berita berupa ulasan
• Umur berita lebih lama dan cenderung disimpan oleh pembaca
• Bahan referensi artikel
• Tersegmen, pembaca lebih banyak wanita

Media Planning – media cetak

• Bagi kategori produk tertentu misalnya properti, finansial, retail, kendaraan, fashion, dll. Media cetak dijadikan media utama dalam beriklan, namun bagi kategori produk lainnnya media cetak dijadikan sebagai media pendukung.

Perhitungan harga iklan

Koran : jumlah kolom x tinggi x Harga /mmkolom

Tabloid : jumlah kolom x tinggi x Harga/mmkolom

Majalah : Harga berdasarkan ukuran halaman, penempatan halaman, bentuk iklan
misalnya harga 1 halaman (display ad FP FC/full page full color), harga ½ halaman, harga 1 halaman cover depan, harga 1 halaman cover belakang dll.

Untuk bentuk-bentuk iklan tertentu harga iklan ditentukan dengan cara lain atau ditentukan sebagai harga khusus.

Setiap pembelian space iklan mendapat diskon berbeda-beda dari masing-masing media.
Selain mendapat diskon pembelian juga mendapat bonus bergantung jumlah pembelian
Setelah dipotong diskon harga dikenakan agency commission dan PPN (VAT) 10 %


Jenis iklan

Koran & Tabloid

1. Iklan display ad. (iklan 2 kolom atau lebih)
2. Iklan kolom (iklan 1 kolom)
3. Iklan banner
4. Iklan kuping
5. Iklan dengkul
6. Iklan seremonia, info produk, liputan event dll
7. Iklan baris
8. Iklan advetorial
9. Iklan lidah cover
10. Iklan sisipan
11. Iklan kreatif ( island ad, dll)

Majalah

1. Iklan display ad.
2. Iklan banner
3. Iklan kreatif
4. Iklan advetorial
5. Iklan info produk
6. Iklan sisipan

Perhitungan CPM, Cost per Contact

CPM (cost per mil = harga perseribu orang pembaca)


CPM = harga iklan : jumlah pembaca x 1000


Cost per contact = harga iklan : jumlah pembaca


CPM atau Cost per contact yang paling kecil menunjukkan semakin efisien

Dasar penggunaan media cetak

• Perlu menyampaikan informasi detail dan cepat
• Iklan bersifat pemberitahuan atau berita
• Iklan bersifat lokal
• Target tidak mass tetapi lebih tersegmen
• Perlu visualisasi
• Budget terbatas
• Kompetisi

Kriteria Pemilihan

• Jumlah target pembaca yang tinggi

• Efisiensi, CPM yang rendah

• Jangkauan yang luas

• Isi sesuai dengan karakter produk

• Paket penawaran termasuk diskon, bonus yang tinggi

• Fleksibilitas

• Komitmen yang tinggi

Analisa isi

Dalam pemilihan media analisa isi media cetak khususnya majalah diperlukan selain penggunaan data jumlah pembaca. Hal ini diperlukan untuk menemukan kesesuaian karakter produk dengan karakter pembaca majalah, sehingga media yang dipilih adalah media yang pembacanya sesuai dengan target produk.


Regulasi

• Regulasi isi
• Deadline order, cancel, pengiriman materi.
• Ukuran iklan & spesifikasi
• Tanggal terbit dan tanggal edar
• Jangka waktu pembayaran


Kesalahan yang sering terjadi

• Kesalahan harga, discount.
• Kesalahan versi materi dan ukuran iklan
• Kesalahan penentuan deadline
• Kesalahan penentuan tanggal pemuatan dan frekuensi pemuatan

Kesalahan yang sering terjadi

• Kesalahan harga, discount.
• Kesalahan versi materi dan ukuran iklan
• Kesalahan penentuan deadline
• Kesalahan penentuan tanggal pemuatan dan frekuensi pemuatan

AN EULOGY FOR A LOVE STORY

Posted on Selasa, 18 Mei 2010 by lia yulistino sugiono

Don't Cry Over Someone That Won't Cry Over You
No Guy Is Worth Your Tears & When You Find The One That Is He Won't Make You Cry
If You Really Love Something Set It Free.
If It Comes Back It's Yours, If Not It Wasn't Meant To Be
Some Day You'll Cry For Me Like I Cried For You,
Some Day You'll Miss Me Like I Missed You,
Some Day You'll Need Me Like I Needed You,
Some Day You'll Love Me But I Won't Love You
Love can make you happy but often times it hurts,
but love is only special when you give it to who its worth.
Boyfriends come and go, but friends are forever.
No pleasure, no expressions just an illusion of what should of but wasn’t.
I hate you for not letting me have you.
Forget the times he walked by, Forget the times he made you cry,
Forget the times he spoke your name, Remember now your not the same.
Forget the times he held your hand, Forget the sweet things if you can,
Forget the times & Don't pretend, Remember now he's just A BULLSHIT!!!.
The day you finally decide to love me will be the day
after the day I have given up on chasing you
SO GET OUT OF MY LIFE AND SAY IT GOODBYE!!!!

me...me...me...it's just me....

Posted on by lia yulistino sugiono



MEDIA PLAN AND STRATEGY

Posted on Senin, 17 Mei 2010 by lia yulistino sugiono

Media Objectives, Strategies and Planning

Major Factors
in Creating and Building
a Media Plan

Media Questions


Two basic processes:
1. Planning media strategy, including the specific types of consumers/audiences the messages will be directed to.
2. Selecting and Buying media vehicles.
• Media planning is both an art and a science. An essential part of the advertising business.
• Where should we advertise?
• Which media vehicles?
• When during the year?
• Should we concentrate our advertising?
• How often should it run?
• What opportunities are there to integrate our media planning with other Promotion or Communication tools?

Media Objectives, Strategies and Planning

• Planners direct the messages to the right people at the right time in the right environments.
• TV: Networks, syndication, local,cable, satellite.
• National, Regional and Local issues
• Non traditional: In flights, parking meters, blimps, shopping carts, milk cartons, litter cans, taxis, sponsorships.

• Increasing media choices and options
• Audience fragmentation
• Costs and rate hikes
• Multimedia, and interactive
• Diverse audiences
• And more

Major Factors:
• 1. Target Market. Whom are you going to sell to?
– Demographic, geographic and psychographics characteristics

• 2. Where is product or service distributed?
– Local, regional, national or selected markets
– Remember BDI and CDI’s

• 3. What is Budget?
– Percentage of sales
– Share of market and Share of Voice
– Objective and Task
– Unit of Sales and Case Rate
– Competition
– Test Market
– Experimental
– Computer modeling
– Affordable and Available Funds


• 4. What is Competition Doing?
– Budgets
– Which Media?
– Which Schedules?
– And more

• 5. Nature of Message?
– Electronic/Broadcast
– Print
– Color/B&W
– Demonstration
– Simple Statements

• 6.Reach
vs.
Frequency
vs.
Continuity
(Continuous Schedule)


Frequency
• Average number of times a household or a person viewed a given television program, station or commercial during a specific time period.
Continuity/Continuous Schedule
• Advertising runs steadily and varies little. Compare with:
• Flighting and Pulsing with scheduling
• Rating (RTG or %):
• The estimate of the size of a television audience relative to the total universe, expressed as a percentage. The estimated percent of all TV households or persons tuned to a specific station. In the example, three of the 10 homes in the universe are tuned to channel 2. That translates to a 30 rating.
• 7. Media Mix
• Combination of different media, and size of ads
• Which Media?
• Which Schedules?
• And more

• 8. Seasonality and Length of Schedule?
– Hot tea vs. Cold tea?
– Snow blowers, toothpaste, coffee.
– Morning Drive and Evening Drive
– Flighting
– Pulsing


• 9. Tie-ins with Merchandising
and Sales Force?
– Coupons, Contests, Trade Deals, Sales Calls, Displays, Budgets.
– Which Media?
– Events
• Super Bowl
• Academy Awards
• Sports
– Which Schedules?
– And more
– 10. Cost Efficiencies
– Which Media?
– Which Schedules?
– Which Vehicles?

• Advertising is an investment in future sales.
• It’s greatest powers are in short-term promotions and its cumulative long-range effects.
• And more

'Objective' media
The media tells us how to think and what to think about. For example, Mother Teresa's death received much less coverage than Princess Di's, evidence of who the media considered more important. And no one except cartoonist Tom Tomorrow and journalist Christopher Hitchens seemed to mention that Mother Teresa accepted dirty money from Charles Keating, opposed birth control even though she saw the deadly consequences of overpopulation every day, and wouldn't use sterilized needles or painkillers for the dying.
Instead, the description "saint" kept popping up in the press.
By the use of a few careful words, the media can frame the terms of a debate for us, while hardly anyone questions the implicit assumptions behind them.
The media uses words such as "illegitimate" to describe children born to women who don't happen to be married. What exactly makes a child not legitimate? Not having the biological father's last name? How would the mother marrying the father - who might be an abusive bum with no interest in parenting - make that child suddenly legitimate? Genes do not necessarily make one a parent, as any adoptive family can tell you. "Illegitimate" is a term that unnecessarily condemns and marginalizes children and single mothers.
Similarly, why does the media constantly use the term "premarital sex?" The assumption behind "premarital sex" is that the person having it should, or eventually will, be married. What about gays and lesbians, who cannot legally marry? Or those who don't believe in marriage? There are single parents, intergenerational families, communes and many other successful family combinations that don't require two heterosexuals married to each other. The assumption that marriage is the end goal for all people is absurd, and the word "premarital" contains an inherent value judgment. And why does "sex" always mean heterosexual intercourse, anyway?
In the abortion debate, some media still use the phrase "pro-life," thereby putting those who are against abortion in theoretical opposition with those who are presumably "pro-death." Why not call pro-life advocates what they are - anti-abortion? People either support a woman's choice and right to make decisions regarding her reproductive life (hence the term "pro-choice"), or they oppose keeping abortion legal. If anti-abortionists are "pro" anything, it's the rights of a fetus over a woman. So maybe we can start calling them "pro-fetalists" to accurately describe them.
What about "God?" Questions such as "Do you believe in God?" are constantly asked by pollsters, while the "existence of God" is debated by the media. Why does no one ask if we believe in Goddess? Many people throughout the world believe in a female deity. And which culture's god are they referring to? Do they include Krishna, Odin, Father Sky and Allah in their definition? There is an incredibly diverse array of gods, goddesses and spirits in many different religions all over this planet.
There are also many people who don't believe in any deity whatsoever. When the media refers to "God," they are privileging the Judeo-Christian god over anyone else's. Referring to other cultures' religious stories as "myths" while treating the Bible as an authoritative text, more valuable than the Bhagavad Gita, the I-Ching or the Qu'ran, is ridiculous and imperialistic. So is assuming that belief in a deity is a given.
Speaking of religion, why is any uncommon religious group referred to a "cult?" Although David Koresh and Heaven's Gate members practiced forms of Christianity, they were labeled cults. Christianity started out as one, if you figure any religion with only a few members is a cult. Satan is a Christian invention, yet the phrase "Satanic cult" often appears in the media. Those who believe literally in other Biblical characters such as Adam and Eve are simply called Christians.
The media can reinforce societal stereotypes with the constant use of a few unquestioned words. As media consumers, we need to critically analyze the news and question why only certain stories are covered, and why inherently judgmental terms are used in supposedly "objective" news.

A major component of media buying is building relationships. A sizeable portion of a media planner's role is to forge and cultivate associations with vendors and partners. While these bonds are the foundation of any good marketer/vendor relationship, it is important that planners objectively evaluate their buys. This neutrality is especially crucial as ads network are continually evolving, so sticking to familiar vendors could mean that inventory and properties are overlooked. Planners must be sure to consider all of their options to best serve clients. Successful campaigns, long-lasting client relationships, and industry credibility depend upon this.
Using familiar vendors and advertising networks is not necessarily a negative quality of a media planner. When all things are considered equal, great customer services and responsiveness oftentimes sways a media planner's decision to choose a particular vendor. It is only a problem if viable advertising options are neglected to favor preferred vendors. To get a broad perspective of possible pitfalls, I asked my colleagues at Geary Interactive to share their insights.
Here are five things a media planner can do to execute campaigns objectively.
Don't stick to what you know
To ensure that media buys do not favor one vendor over another, planners should conduct a thorough proposal process whenever time permits. By casting a wide net, planners can make sure they are basing their decisions on competitive quotes -- not bias. It is easy to return to vendors that have performed well in the past, but before each media buy, planners should reevaluate the landscape to secure the best options to meet clients' goals. Of course, media teams should include known and trusted vendors in the RFP process, but no one should feel obligated to go with familiar vendors. The important thing is to make smart buys that contribute to campaign objectives.
If vendors question why they weren't a chosen buy after a proposal process, make sure to provide honest feedback about how a decision was reached. Even providing a high-level explanation can keep relationships intact and maintain amicable foundations for future campaigns.
Focus on goals and research
Base media buys on success metrics as opposed to personal recommendations. Representatives promote their own platforms (as they should), but that does not mean their recommendations will best serve a campaign. Their recommendations might be effective but not necessarily a good fit for your given situation. As the liaison between marketers and vendors, it is up to a media planner to focus on buys that support goals -- not just activity. By combining their own research and vendor recommendations, media planners can rest assured they are making educated buys. Turn to vendors to get their opinions, but do not follow them blindly. Instead, ask them for hard numbers that you can compare to your own research. Before finalizing a media buy, refer back to the client's desired goals to ensure they are in alignment with your recommendations.
Respect different variables
Any number of variables can impact the success of a campaign. Creative design, targeting, competitive landscape, and seasonality are just a few components that influence a media campaign. Each variable needs to be viewed as a separate entity when gauging the success or failure of a campaign. When deciphering the results of a campaign, planners need to view it from a holistic perspective. A planner should not attribute the success or failure of a campaign on solely one factor or a single vendor.
Don't judge a vendor by a rep
The above recommendations will help media planners avoid favoring vendors where relationships have been established. What about the opposite? It is also important for planners to avoid writing off an ad vendor because they had an unpleasant encounter with one of its representatives. In these instances, it's even more crucial for media planners to set their preferences aside and make choices based on data and research. If a campaign requires ample management from a vendor, planners can politely ask for a different representative. The vendor wants to encourage lasting partnerships, so they will usually oblige to maintain the relationship on their end.
Finding a balance
Each campaign is different and can be based on a variety of goals and objectives. To account for this, planners should approach each project with a fresh perspective and notice when past experiences are impacting current campaign planning. In a perfect world, marketers could disregard earlier vendor relationships, but the knowledge gained with each execution can be helpful in other instances. The disconnect can be seen when working with vendors that reach similar verticals or age groups. While planners should make an effort to treat the campaigns as unique, tapping into this baseline information can help optimize new buys -- especially when timelines are short. Media planners need to find the appropriate balance where insights do not become assumptions. Assuming that one campaign will generate similar results with different variables can be dangerous.
The consolidation of ad networks
Media fragmentation is a challenge digital media people face every day. The diverse landscape of media platforms forces planners to choose where they purchase ad space, and these decisions directly impact the users they reach. Although fragmentation has been a growing problem over the last decade as digital platforms have evolved and matured, most predict that this era may be over. Ad networks are beginning to consolidate into vertically specialized groups. This merging will allow media planners to more effectively use the billions of bulk impressions available on a monthly basis to reach their target audiences through a shorter list of media vendors. It will also afford media planners easier access to best-of-breed targeting technologies. With these evolutions on the horizon, marketers can reevaluate how they buy digital media properties and make sure buying habits are sensible.
Conclusions
These suggestions are meant to illuminate underlying biases that might affect how marketers buy media space. It will never be possible for media planners -- or anyone else -- to be completely unbiased. However, it is a good goal and a mental check. By acknowledging that there are tendencies to favor vendors, media planners can be aware of their biases and make corrections if needed

Pengertian Ilmu Penyiaran Sebagai Kajian Ilmu Komunikasi

Posted on Sabtu, 15 Mei 2010 by lia yulistino sugiono

BROADCASTING SEBAGAI OBJEK KAJIAN ILMU KOMUNIKASI

Menurut pendapat Carl I Hovland (science of communication) mendefinisikannya

“Usaha yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyebaran informasi serta pembentukan opini dan sikap”.

Sedangkan HOVLAND mendefinisikan komunikasi sebagai berikut:

“Proses dimana seorang (komunikator) menyempaikan perangsang-perangsang (biasanya berbentuk lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk merubah tingkah laku orang lain (komunikan)”.


Pendapat Harold I Hovland kemudian dikembangkan oleh teori Laswell bahwa unsur unsur komunikasi berikut ini:
Komunikator : Who (Communicator, Source, Sender) (unsur sumber yang
mengandung pertanyaan mengenai pengendalian pesan.
Pesan : Says What (Massage, Content, signal) (merupakan bahan
untuk analisis isi).
Media : In Which Channel (Channel, media) (saluran komunikasi
menarik untuk mengkaji mengenai analisis media).
Komunikan : To Whom (communicant, communicate, audience reciever,
reciepient) (unsur penerima banyak digunakan untuk studi
analisis khalayak)
Efek : Whit What Effect (effect, impact, influence) (unsur
pengaruh berhubungan erat dengan kajian mengenai efek
pesan yang ditimbulkan pada khalayak)


Sementara Charles Cooley menganggap komunikasi sebagai:

“Mekanisme yang menimbulkan adanya dan berkembangnya hubunganmanusia, semua lambang-lambang pikiran, bersama-sama untuk menyiarkan dalam ruang dan merekamnya dalam waktu”.

Verber dalam bukunya menyatakan komunikasi efektif:

“Komunikasi efektif adalah komunikasi dimana makna yang distimulasikan adalah sama dengan yang terdapat pada komunikator”.

Kesimpulannya.

“Komunikasi efektif adalah pemberian makna yang sama, pemberian pikiran dan perasaan yang sama”.


Peterson dan Burnett dalam buku “Techniques for Effective communication” menyatakan bahwa kamunikasi efektif jika tujuan komunikator tercapai. Adapun tujuan tersebuat meliputi:

1. Menjamin pemahaman (to secure understanding).
2. Membina penerimaan (to establish acceptance).
3. Memotivasi kegiatan (to motivate action).

KOMUNIKASI MASSA

Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication). Ia lahir seiring dengan penggunaan alat-alat mekanik yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi. Komunikasi massa dimulai satu setengah abad setelah mesin cetak ditemukan oleh Johan Gutenberg.

Berikut ini adalah ciri-ciri komunikasi massa:

Komunikasi Melembaga
Sumber utama dalam komunikasi massa adalah lembaga atau organisasi atau orang yang bekerja dengan fasilitas lembaga atau organisasinya (institutionallized person).
Lembaga atau organisasi adalah perusahaan surat kabar, stasiun radio, televisi, studio film, penerbit buku atau majalah, PH dan lain-lain.

Komunikasi Bersifat Umum
Pesan yang dikomunikasikan komunikator kepada komunikan bersifat umum (publik) karena ditujukan kepada khalayak umum atau mengenai kepentingan umum.
Charles Wright (1977) memberikan karakteristik pesan-pesan komunikasi massa sebagai berikut:

1. Publicly
Pesan komunikasi massa bersifat terbuka untuk umum atau publik. Semua anggota mengetahui bahwa orang lain juga menerima pesan yang sama dan disampaikan secara bersamaan (publik).
2. Rapid
Pesan dirancang untuk mencapai audience yang luas dalam waktu yang singkat serta simultan.
3. Transient
Pesan dibuat untuk memenuhi kebutuhan segera, dikonsumsi “sekali pakai” dan tidak permanen. Namun untuk transkripsi, buku-buku untuk pengecualian dari audio-visual.

Media Menimbulkan Keserempakan
Media massa menciptakan suatu situasi, dimana khalayak secara serempak (stimulaneous) dan serentak (instantaneous) bersama-sama pada saat yang sama memperhatikan pesan yang dikomunikasikan kepadanya.

Komunikasi Bersifat Hetergon
Komunikasi pada kamunikasi massa, yakni khalayak sasaran media massa bersifat heterogen yang berarti antara pembaca, pemirsa, pendengar atau penonton yangsatu dengan yang lainnyaberbeda jennis kelamin, usia, suku, ras, pekerjaaan, agama, pendidikan dan lain-lain.

Menurut Charles Wriht, mass audience memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Large
komunikan bersifat relatif, ia biasanya menyebar dibeberapa lokasi. Ukuran untuk large biasanya menggunakan prinsip bahwa pihak komunikator pada dasarnya tidak mengadakan interaksi secara tatap muka dengan khalayak, artinya tidak terikat tempat dan waktu.
2. Heterogen
Komunikasi massa tidak ditujukan secara khusus untuk audience tertentu (ekslusif) melainkan untuk sasaran yang menduduki berbagai posisi, jenis kelamin, umur, dsb.

3. Anonim
Anonim berarti bahwa anggota-anggota dari mass audience umumnya tidak saling mengenal antar pribadi dengan komunikatornya. Tetapi anggota-anggota dari suatu mass audience dapat mengelompok berdasarkan kepentingan sesama, minat yang sama, pendapat yangsama dan kesamaan lain yang berhubungan dengan jenis pesan yang disampaikan.

Proses Berlangsung Satu Arah
Proses komunikasi massa berlangsung satu arah (One way traffic communication) secara linier. Hal ini berarti prosesnya tidak menimbulkan umpan balik (feedback).

KARAKTERISTIK MEDIA TV DAN RADIO
Setaip media mempunyai karateristik masing-masing. Berikut ini beberapa kelebihan yang dimiliki media TV:
1. Memiliki jangkauan yang luas dan segera dapat menyentuh rangsang penglihatan dan pendengar manusia.
2. Dapat menghadirkan objek yang sangat kecil atau besar, berbahaya atau pesan yang langka.
3. Menyajikan pengalaman langsung kepada penonton.
4. Dapat dikatakn ‘meniadakan” jarak dan waktu.
5. Mampu menyajikan unsur warna, gerak, bunyi dan proses dengan baik.
6. Dapat mengkoordinasikan pemanfaatan berbagai media lain seperti, film, foto dan gambar dengan baik.
7. Dapat menyimpan berbagai data, informasi danserentak menyebarluaskannya dengan cepat ke berbagai tempat yang berjauhan.
8. Mudah ditonton tanpa perlu menggelapkan ruangan
9. Membangkitkan perasaan intim atau media personal


Selain kelebihan yang dimilikinya media TV juga mempunyai kelemahan antara lain:
1. Merupakan media satu arah, hanya mampu menyampaikan pesan, namun tidak bisa menerima umpan balik secara cepat.
2. Layar pesawat penerima yang sempit tidak memberikan keleluasaan kepada penonton.
3. Bingkai cahaya (flash0 dan rangsang kedip cahaya 9flicker) dapat merusak atau mengganggu penglihatan dan kesehatan mata.
4. Kualitas gambar yang dipancarkan lebih rendah dibandingkan dengan visual yang diproyeksikan oleh film layar lebar.

Beberapa kelebihan media radio:
1. Radio merupakan sarana tercepat penyebar berita.
2. Radio dapat diterima di daerah yang tidak terjangkau oleh listrik.
3. Produksi radio cukupmurah. Banyak radio mampu membangun stasiun radio regional dan bahkan lokal untuk pelayanan masyarakat dan kesehatan

4. Radio mempunyai potensi untuk menjadi medium yang cepat, akrab danmudah terjangkau.
5. Siaran langsung oleh radio dari lokasi kejadian merupakan hal yang mudah.
6. Buta huruf bukan menjadi kendala bagi khalayak radio.

Radio juga mempunyai kelemahan:
1. Tergantung hanya pada bunyi (TV lebih lengkap bunyi dan gambar).
2. Radio bergantung pada kondisi atmosfer dan pada jarak yang jauh pancaran radioakan lebih banyak terganggu.
3. Seperti TV, radio tidak dapat mengirim banyakinformasi sekaligus dengan cepat dan tidak dapat bersaing dengan surat kabar dalam hal jumlah materi beruta yang disajikan.


PENGERTIAN PENYIARAN

Penyiaran adalah kegiatan pembuatan dan proses menyiarkan acara siaran radio dan atau televisi serta pengelolaan operasional perangkat lunak dan keras yang meliputi segi idiil (dasar), kelembagaan dan sumber daya manusia untuk terselenggaranya siaran.

RM Soenarto mendifinisikan Penyiaran sebagai berikut:

“Seluruh kegiatan yang memunginkan terselenggranya siaran radio atau televisi meliputi segi idiil, perangkat lunak dan keras melalui sarana pemancar atau sarana transmisi di darat atau di antariksa dengan menggunakan gelombang elektromagnetik atau transmisi kabel, serat optik, atau media lainnya, dipancarluaskan untuk dapat diterima oleh khalayak dengan pesawat penerima siaran radio atau TV dengan alat bantu”.

Adapun organisasi penyiaran didukung oleh tiga unsur utama, yaitu:
1. Siaran
2. Teknik
3. Administrasi

Kegiatan penyiaran meliputi hal-hal berikut ini:
1. Merencanakan
2. Mengadakan materi
3. Menyiapkan pola acara
4. Menyelenggarakan siaran
5. Mengadakan kerja sama
6. Menyelenggarakan penelitian
7. Mengadakan pendidikan
8. Pertukaran berita atau informasi
9. promosi


Siaran berasal dari kata siar, berupa audio dan visual dan sebagai out put dari penyiaran.

RM Soenarto mendifinisikan siaran sebagai berikut:

“Siaran adalah mata acara atau rangkaian mata acara berupa pesan-pesan dalam bentuk suara, gambar atau suara dan gambar yang dapat didengar atau dapat dilihat oleh khalayak dengan pesawat penerima siaran televisi dengan atau tanpa alat bantu”.

Organisasi penyiaran memadukan perangkat keras (sarana/alat) dan perangkat lunak (manusia dan program)


Sumber informasi dan Jenis Siaran
Sumber informasi dari manusia, peristiwa dan realita. Manusia sebagai sumber memiliki ide dan gagasan, peristiwa menghasilkan fakta.
Informasi bersumber dari manusia menjadi karya artistik sedangkan informasi bersumber dari peristiwa, pendapat dan realita menjadi karya jurnalistik.

Proses kerja karya artistik bertujuan mengutamakan kepuasan khalayak.
Karya Artistik antara lain berupa:
1. Pendidikan atau agama
2. Seni dan budaya
3. Hiburan (musik, lawak, akrobat, sinetron dan lain-lain.
4. Iklan (iklan produk dan layanan masyarakat0
5. Penerangan umum
6. Ilmu pengetahuan dan teknologi

Karya jurnalistik selain mengutamakan kepuasan khalyak juga mengutamakan kecepatan (segera) informasi.
Karya jurnalistik berupa:
1. Berita aktual
2. Berita non aktual
3. Penjelasan masalah hangat (dialog, monolog, siaran langsung, laporan)

Pola Acara
RM Soenarto mendifinisikan Pola Acara sebagai berikut:
“Susunan mata acara yang memuat penggolongan, jenis, hari, waktu dan lamanya serta frekuensi siaran setiap mata acara dalam suatu periode tertentu sebagai panduan dalam penyelanggraan siaran”.

Perencanaan dalam dunia penyiaran memiliki dua makna yaitu:
1. Pengadaan materi
2. Penyiaran materi

Setiap mata acara harus dibuat:
1. Judul (nama/title)
2. Kriteria (jenis acara misal pendidikan, pemberitaaan)
3. Format acara (presentasi suatu program siaran, talkshow, musik dll)
4. Durasi (waktu tayang)

Penentuan mata acara dilandasi:
1. Misi, fungsi dan tugas statsiun penyiaran
2. Filosofi,konstitusional dan operasional
3. Hasil riset khalayak
4. Norma, etika dan estetika
6. Kebijakan internal dan eksternal

Mata Acara diperoleh dari:
1. Produksi sendiri
2. Bekerja sama dengan pihak lain
3. Hasil pertukaran program
4. Beli dari rumah produksi (PH)
5. Merelai dari stasiun lain.

Produksi Mata Acara
Produksi mata acara dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Karya Artistik dituangkan kedalam:
a. Sinopsis atau outline.
b. Format atau treatment story, bentuk
c. script atau skenario
d. Story broad (khusus TV dan film)
Karya jurnalistik dituangkan dalambentuk berita aktual dan non aktual dan penjelasan masalah hangat.


MAKNA MANAJEMEN
PENYIARAN

Manajemen dan penyiaran dipadukan atas landasan tujuan yang akan dicapai.
Manajemen penyiaran dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi atau memanfaatkan kepandaian dan atau keterampilan orang lain, merencanakan, memproduksi dan menyiarkan siaran dalam usaha mencapai tujuan.

Penyiaran mempunyai sifat-sifat khas, yaitu:
1. Masa kerja yang relatif 24 jam sehari
2. Siaran merupakan hasil kerja dari team
3. Siaran merupakan perpaduan kreativitas manusia dan kemampuan sarana
atau alat
4. Memerlukan dana besar
5. Mampu mengubah sikap, pendapat, tingkah laku manusia lebih cepat
6. Memerlukan banyak tenaga profesi.
7. Merupakan output medium.


8. Pengelola harus dinamis.
9. Perlu dikembangkan sikap 3 A

Sikap 3 A meliputi
1. Auditori
2. Attitud (rumah/akrab dan intim)
3. Aktif.

Pendekatan Manajemen dan Komunikasi dalam proses penyiaran
Setiap langkah dalam penyelenggraan siaran dilakukan pendekatan, baik manajemen maupun penyiaran sebagai salah satu bentuk proses media massa.
Pendekatan manajemen menggunakan teori input-output dari Henry Fayol dan Federick taylor. Sedangkan pendekatan penyiaran menggunakan teori komunikasi matematika dari Claude Shannon dan Warren Weaver.

Teori komunikasi matematis
Teori ini melihat komunikasi sebagai fenomena mekanistis, matematis dan informatif. Gelombang dari mahzab protes sebagai sarana untuk mengkonstruksi pesan dan interpretasi pesan mahzab ini mengurai tentang panjang gelombang radio dan TV serta teknis mesin penangkap siaran..

Menurut Drs. Tommy Suprapto, MS.

“Penyiaran merupakan suatu kegiatan penyelenggaraan siaran radio dan televisi yang diselenggarakan oleh organisasi penyiaran tersebut. Out put dari organisasi penyiaran adalah berupa siaran”.

Input meliputi:
1. Bahan yang akan dioleh menjadi output adalah informasi dengan mempertibangkan
a. filosofi
b. ideologi
c. tujuan
d. visi dan misi
1e. Fungsi dan tugas.

2. Norma, etika, estetika, adat istiadat dan nilai budaya yang dianut.
3. Peraturan (Undang-Undang Penyiaran)
4. Kode moral dan kode etik penyiaran
5. Hasil riset khlayak
6. situasi, kondisi bangsa dan negara
7. Kemampuan sarana, dana dan tenaga
8. Status stasiun penyiaran

Bahan baku informasi dibagi menjadi lima golongan besar, yaitu:
1. Pendidikan atau agama (Pembinaan Bahasa Indonesia) (Siraman Rohani)
2. Kebudayaan (Apresiasi Budaya, Jejal Rasul)
3. Hiburan (musik, variety show)
4. Berita (liputan 6, Seputar Indonesia)
5. Iklan (produk atau ILM)

Ada lima hal yang perlu diperhatiakan ketika menyiapkan program siaran antara lain:
1. Pola siaran
pola kerja seorang penyususn program atau programmer terlebih dahulu mengumpulkan referensi-referensi yang diperlukan yang termasuk bahan baku informasi.
2. Arahan pola siaran
berikut delpan pedoman arahan penyiaran:
a. Penyiaran diharapkan dapat menggalang dan menyalurkan pendapat
umum yang konstruktif dalam kehidupan masyarakat dan negara.
b. Dapat meningkatkan keimanan dan kecerdasan bangsa.
c. Mengembangkan dan melestarikan nilai budaya.
d. Menangkal pengaruh buruk terhadap tata nilai perikehidupan bangsa
Indonesia yang beraneka ragam.
e. Membangun keribadian bangsa.

f. Menimbulkan kesadaran hukum dan ketertiban umum dan rasa
kesusilaaan.
g. Meningkatkan upaya kesuksesan pembangunan nasional.
3. Perubahan pola acara
Pola siaran dapat diubah sesuai dengan keadaan atau kondisi.
4. Bahan program
Bahan program dipilih dengan informasi yang bermanfaat semisal siaran langsung, penyiaran produk-produk mahasiswa atau anak muda, anekdot dsb)
5. Sistem penempatan program siaran
sistem penempatan program siaran meliputi:
a. Program tahunan (yearly program)
b. Program mingguan (weekly program)
c. program harian (daily program)

Informasi yang akan diolah harus dicari, dikumpulkan, diseleksi dan disiarkan kepada khalayak dengan tujuan yang jelas dan tegas. Referensi yang ada pada input harus diketahui oleh semua piminan dan pelaksana dengan menuangkannya kedalam buku panduan sekaligus dilengkapi petunjuk pelaksanaan.

Arus balik dari khalayak dievaluasi kemudian dimasukkan kedalam input guna menghasilkan output yang lebih baik.